Nur Aida Indah Eliza
170131601060
Seminar Nasional
Pendidikan Berwawasan Kebangsaan pada Era Industri 4.0:
Tinjauan Kesejarahan, Kekinian dan Masa Depan
Narasumber : 1. Prof. Dr. Hariyono,
M.Pd
2. Prof. Masdar Hilmy, S.Ag., MA, Ph.D
Moderator : Dr. Muslihati
Ideologi
memiliki hubungan dengan teori pendidikan. Pendidikan di Indonesia sudah mati.
Karena sejak tahun 1900-an tidak muncul teori pendidikan yang berbasis
kebudayaan Indonesia. Jika tidak mengajarkan nilai kebangsaan bisa jadi alumni-alumni
kita bisa anti dengan kebangsaan. Kerugian terbesar imperialisme adalah
hilangnya karakter bangsa yang percaya diri dan biasa berpikir terbuka. Watak
seseorang itu bisa berubah. Jangan percaya dengan anggapan bahwa bangsa kita
adalah bangsa yang tertinggal, bangsa yang irlander. Kebiasaan dari seseorang
yang menjadi karakter. Kita adalah bangsa yang lembek yang tidak mempunyai
mentalitas. Diperlukan pendidikan nasional yang berkualitas yang memilik basis
epistemologi sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Secara
makro tatanan dunia setelah revolusi industri, negara yang kuat tidak hanya
ditentukan oleh militer tetapi juga ditentukan oleh kekayaannya. Ketika
memasuki revolusi 4.0 jangan hanya memikirkan konektivitasnya saja tetapi juga
dipikirkan dampak yang ditimbulkan.
Tantangan pendidikan abad XXI meliputi: 1) revolusi
digital; 2) dunia mendatar; 3) dunia terintegrasi; 4) dunia padat pengetahuan;
5) dunia berubah sangat cepat; dan 6) dunia memasuki abad kreatif. Tantangan
pendidikan abad XXI menjadi semakin luas. Epistemologi pendidikan
mempertanyakan hakekat, makna dan faedah pengetahuan yang menjadi topik
pembelajaran. Filsafat pendidikan diharapkan mampu memahami eksistensi
kehidupan secara lebih mendalam dan visioner. Selama ini, pancasila sebatas
meja yang statis yaitu pancasila sebagai pemersatu bangsa. Pancasila perlu
dirawat dan diperjuangkan secara terus menerus. Pancasila sebagai sumber basis
sekaligus orientasi dalam membangun pendidikan nasioal, khususnya national
building.
Bangunan
kebangsaan Indonesia menunjukkan: 1) rapuh; 2) dikotomis/terbelah; 3) penuh ujaran
kebencian dan berita bohong; 4) radikalisme dan liberalisme; 5) kapitalistik
transaksional. Sedangkan sebab-sebab kerapuhan sejarah kelam orde baru
meliputi: 1) inferiority complex; 2)
pragmatisme ekonomi politik; 3) menguatnya individualisme; 4) hilangnya tokoh
simbolis pemersatu; 5) masyarakat tidak bisa mengendalikan teknologi; 6) post truth/hilangnya kepastian dan
kebenaran.
0 komentar:
Posting Komentar