Banner 468 x 60px

 

Rabu, 28 Agustus 2019

Makalah Sistem Tingkat dan Non Tingkat Manajemen Peserta Didik

0 komentar

SISTEM TINGKAT DAN NON TINGKAT
Makalah
Disusun untuk memenuhi Matakuliah Manajemen Peserta Didik
yang dibina oleh Ibu Dra. Djum Djum Noor Benty, M.Pd



Oleh:

Desi Retno Nugraheni                        (170131601015)
Nur Aida Indah E.                              (170131601060)
Viana Rahmawati                               (170131601103)






                                                                                                                       




UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SEPTEMBER, 2018


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah manajemen sarana dan prasarana tepat pada waktunya. Sholawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi semua umat di muka bumi ini dengan cahaya kebenaran.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian penyusunan makalah ini. Khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Peserta Didik, yaitu Ibu Dra. Djum Djum Noor Benty, M.Pd yang telah membimbing dan membagi pengalamannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isi maupun segi bahasa. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis berharap agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.




Malang, September 2018



Penulis



DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL                                                                                 i
KATA PENGANTAR                                                                                  ii
DAFTAR ISI                                                                                                  iii
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang                                                                                          1
B.       Rumusan Masalah                                                                                     2          
C.       Tujuan                                                                                                       2
BAB II PEMBAHASAN
A.      Alasan dan Batasan Sistem Tingkat                                                         3
B.       Beberapa Pertimbangan Kenaikan Tingkat                                               6
C.       Kelebihan dan Kekurangan Sistem Tingkat                                             6
D.      Sebab-sebab Peserta Didik Tidak Naik Tingkat                                       7
E.       Remidi bagi Peserta Didik yang Tidak Naik Tingkat                               8
F.        Sistem Tanpa Tingkat                                                                               9
G.      Kelebihan dan Kekurangan Sistem Tanpa Tingkat                                   9
H.      Sistem Kredit Semester dalam Kurikulum 2013                          10
I.         Penyelenggaraan Sistem Akselerasi di SMP                                             14
BAB III PENUTUP
Kesimpulan                                                                                               18
DAFTAR RUJUKAN                                                                                   19

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Peserta didik merupakan anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri yang dimiliki melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Untuk menunjang pengembangan potensial yang dimiliki oleh peserta didik, tentu pihak sekolah menyediakan sarana dan progam untuk pengembangan kemampuan peserta didik. Manajemen peserta didik merupakan upaya yang harus dilakukan oleh sekolah untuk melayani segala kebutuhan peserta didik guna menunjang pengembangan kemampuan peserta didik. Manajemen peserta didik juga diartikan sebagai usaha pengaturan terhadap pesereta didik mulai dari peserta didik masuk sampai peserta didik tersebut menyelesaikan pendidikannya.
Sistem tingkat dan non tingkat merupakan salah satu komponen dari manajemen peserta didik, sistem tingkat dan sistem tanpa tingkat dilandasi atas dasar pemikiran mengenai pengajaran klasikal dan pengajaran individual. Sistem tingkat lebih mengarah pada pengajaran yang klasikal, sedangkan sistem tanpa tingkat lebih mengarah pada pengajaran yang individual.
Sistem tingkat merupakan suatu bentuk penghargaan yang diberikan kepada peserta didik karena mereka telah memenuhi semua persyaratan, kriteria, dan waktu tertentu, bentuk dari penghargaan yang diberikan berupa kenaikan satu tingkat ke jenjang yang lebih tinggi. Sistem tanpa tingkat muncul karena rasa ketidakpuasan terhadap adanya sistem tingkat, sistem ini beranggapan bahwa meskipun peserta didik dalam keadaan yang sama, namun dalam keadaan sebenarnya mereka tidak sama.
Layanan terhadap peserta didik berupa diadakannya sistem tingkat dan tanpa tingkat ini, diharapkan dapat mengoptimalkan pengembangan potensi peserta didik dalam belajar di lembaga pendidikan. Namun, keefektifan dari sistem tingkat dan tanpa tingkat ini berbeda dari sudut pandang orang yang mengamati. Oleh karena itu, di dalam makalah ini kami akan membahas mengenai sistem tingkat dan tanpa tingkat di lembaga pendidikan.

B.       Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.        Apa alasan dan batasan sistem tingkat?
2.        Bagaimana pertimbangan dalam kenaikan tingkat?
3.        Bagaimana kelebihan dan kekurangan sistem tingkat?
4.        Apa sebab-sebab peserta didik tidak naik tingkat?
5.        Bagaimana remidi terhadap peserta didik yang tidak naik tingkat?
6.        Apa pengertian sistem tanpa tingkat?
7.        Bagaimana kelebihan dan kekurangan sistem tanpa tingkat?
8.        Bagaimana penyelenggaraan sistem kredit semester dalam kurikulum 2013?
9.        Bagaimana penyelenggaraan sistem akselerasi di SMP?

C.      Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.        Memahami alasan dan batasan sistem tingkat;
2.        Mengetahui hal-hal yang dijadikan pertimbangan dalam kenaikan tingkat;
3.        Memahami kelebihan dan kekurangan sistem tingkat;
4.        Mengetahui sebab-sebab peserta didik tidak naik tingkat;
5.        Memahami masalah remidi terhadap peserta didik yang tidak naik tingkat;
6.        Memahami pengertian sistem tanpa tingkat;
7.        Mengetahui kelebihan dan kekurangan terhadap sistem tanpa tingkat;
8.        Mengetahui penyelenggaraan sistem kredit semester dalam kurikulum 2013;
9.        Mengetahui penyelenggaraan sistem akselerasi di SMP.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Alasan dan Batasan Sistem Tingkat
Sistem tingkat lebih mengarah pada pengajaran klasikal. Pemikiran ini dimulai dari pandangan dengan adanya kesamaan-kesamaan peserta didik dalam banyak hal. Oleh karena adanya kesamaan-kesamaan peserta didik dalam banyak hal, maka mereka mendapatkan layanan pendidikan yang sama di kelas.
Kesamaan pada peserta didik, menempatkan pada tingkat yang sama. Mereka yang waktu diterima di sekolah tersebut sama, ditempatkan pada tingkat yang sama. Alasan diterapkan sistem tingkat ini menurut Imron (2016), selain pada kesamaan adalah efisiensi pendidikan di sekolah tersebut. Jika para peserta didik berada dalam keadaan sama, dan dapat dilayani bersama-sama, tidak efisien dari segi tenaga dan biayanya, jika dilayani secara individual. Oleh karena itu, layanan secara sama menggunakan sistem tingkat tersebut, dianggap lebih efisien dan lebih baik. Pemborosan dalam hal tenaga dan biaya bisa ditekan.
Apa yang dimaksud dengan sistem tingkat? Sistem tingkat adalah suatu bentuk penghargaan kepada peserta didik setelah memenuhi kriteria dan waktu tertentu dalam bentuk kenaikan satu tingkat ke jenjang lebih tinggi. Kriteria mengacu kepada prestasi akademik dan prestasi lainnya, sedangkan waktu mengacu kepada lama peserta didik berada di tingkat tersebut. Misalnya peserta didik yang berada di kelas satu sudah memenuhi persyaratan, baik dari segi waktu, maupun kemampuan untuk ke tingkat berikutnya, maka ia dinaikkan.
Pada sekolah-sekolah yang ada di Indonesia, tingkatan di sekolah dasar ada enam, di sekolah menengah pertama tiga dan di sekolah menengah atas tiga. Peserta didik dapat naik tingkat hanya satu tingkat dan tidak boleh lebih. Kenaikan tingkat disebut juga dengan istilah promosi. Menurut Suking (2013) promosi sendiri terdiri dari:
1.      Promosi Seratus Persen
      Promosi seratus persen adalah kenaikan tingkat apabila seluruh anggota kelas dapat naik tingkat secara bersama-sama, artinya dalam satu kelas tidak ada yang tinggal kelas, semua anggota kelas naik dengan persentase 100%. Pada kenaikan ini yang dipandang adalah dari jumlah peserta didiknya. Dalam hal ini guru dipandang berhasil dalam mendidik peserta didik karena mampu membuat peserta didiknya naik tingkat seluruhnya.
2.      Annual Promotion
      Annual promotion atau yang disebut dengan kenaikan tiap tahun adalah kenaikan tingkat pada peserta didik pada setiap tahun. Kenaikan ini biasa disebut dengan kenaikan kelas. Peserta didik diuji terlebih dahulu dengan adanya ujian kenaikan kelas. Jika peserta didik lulus dan memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), maka peserta didik dapat dinyatakan naik tingkat. Annual promotion terjadi setiap dua semester. Pada semester dua ini, semua nilai di akumulasikan mulai dari semester satu. Apabila nilai yang didapatkan dapat dikategorikan lulus, maka peserta didik layak untuk dinaikkan.
3.      Trial Promotion
      Trial promotion adalah kenaikan tingkat percobaan. Ada saat dimana pendidik merasa “bimbang” dalam menentukan kenaikan peserta didik dikarenakan jika peserta didik tersebut dinaikkan, maka dikhawatirkan akan menyulitkan dirinya karena nilainya masih belum memenuhi KKM. Maka dari itu, peserta didik dinaikkan sementara atau di uji coba untuk dinaikkan. Apabila peserta didik mampu melanjutkan di tingkat selanjutnya, peserta didik tersebut tetap dinaikkan. Tetapi apabila peserta didik tersebut tidak mampu, dapat diturunkan kembali ke tingkat sebelumnya. Kenaikan ini biasa disebut dengan “naik gantungan”.
4.      Semi Annual Promotion
      Semi annual promotion adalah kenaikan tingkat setengah tahunan. Kenaikan tingkat ini dilakukan setiap setengah tahun sekali atau setiap satu semester. Peserta didik diberikan ujian UAS (Ujian Akhir Semester) untuk dapat melanjutkan ke semester genap atau semester dua. Nilai yang didapat pada semester ganjil ini nantinya akan diakumulasikan dengan nilai yang didapatkan pada semester selanjutnya. Dan akan dijadikan patokan untuk menentukan apakah peserta didik tersebut layak dinaikkan atau tetap tinggal kelas.
5.      Special Promotion
      Special promotion  adalah kenaikan tingkat istimewa, yang dimaksud dengan kenaikan tingkat istimewa adalah kenaikan yang didapat oleh peserta didik apabila ia mempunyai prestasi di bidang akademiknya. Ia mendapatkan nilai diatas rata-rata. Biasanya kenaikan tingkat disertai dengan “peringkat” atau urutan dari yang teratas hingga mencapai 10 besar dalam suatu kelas. Terkadang peserta didik yang termasuk dalam 10 besar ini merasa bangga atas prestasi yang diraihnya, dan biasanya yang tergolong dalam 3 besar mendapatkan hadiah dari guru sebagai apresiasi atas prestasinya agar lebih meningkatkan hasil belajar di tingkat yang selanjutnya.
6.      Double Promotion
      Double promotion adalah kenaikan tingkat ganda, kenaikan ini terdapat pada peserta didik yang menempuh pendidikan dengan jalur akselerasi. Pada jalur akselerasi, peserta didik yang seharusnya menempuh pendidikan dengan rentang waktu selama 3 tahun dipersingkat waktunya menjadi 2 tahun saja. Peserta didik dinaikkan 2 tahun sekaligus, sehingga dikatakan sebagai double promotion. Tetapi, pada masa sekarang ini, akselerasi telah dihapuskan. Jadi, promosi ini sudah tidak berlaku lagi.
7.      Subject Promotion
      Subject promotion adalah kenaikan tingkat hanya pada mata pelajaran tertentu. Kenaikan tingkat ini hanya berlaku pada sekolah yang menerapkan sistem SKS (Sistem Kredit Semester). Peserta didik yang lulus dalam satu mata pelajaran tertentu tidak perlu mengulang mata pelajaran tersebut, akan tetapi jika ada mata pelajaran yang tidak lulus, ia harus mengulang mata pelajaran tersebut tetapi tidak semua mata pelajaran. Melainkan hanya mata pelajaran yang tidak lulus saja.

B.       Beberapa Pertimbangan Kenaikan Tingkat
Semua peserta didik memiliki hak yang sama untuk naik tingkat ke tingkat tertentu. Tetapi terdapat persyaratan-persyaratan tertentu. Menurut Imron (2016) pertimbangan-pertimbangan tersebut sebagai berikut:
1.        Prestasi yang bersangkutan. Presatasi yang dicapai tingkat sebelumnya, memungkinkan untuk berada tingkat diatasnya. Apabila peserta didik berada diatas rata-rata kelas maka dapat dinaikkan. Sebaliknya, kalau berada dibawah rata-rata kelas, tidak dapat dinaikkan kecuali ada pertimbangan-pertimbangan tertentu.
2.        Waktu kenaikan tingkat. Meskipun peserta didik mempunyai kemampuan untuk dinaikkan, jika masa kenaikan tingkat belum waktunya, yang bersangkutan tidak mungkin dinaikkan sendiri.
3.        Persyaratan administratif sekolah seperti kecukupan hadir peserta didik dalam pelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Meskipun peserta didik mempunyai nilai yang bagus diatas rata-rata kelas, dan dari segi periode waktu memenuhi syarat untuk naik tingkat, tetapi absensinya banyak dan tidak memenuhi syarat berdasarkan kebijaksanaan sekolah, maka yang bersangkutan juga perlu dipertimbangkan kenaikannya.

C.      Kelebihan dan Kekurangan Sistem Tingkat
Kelebihan sistem tingkat menurut Imron (2016:146) adalah sebagai berikut:
1.        Dapat dijadikan sebagai alat untuk merekayasa belajar peserta didik;
2.        Efisien, karena sistem tingkat menggunakan sistem pembelajaran klasikal;
3.        Rasa sosial peserta didik tetap tinggi, karena mereka sama-sama mendapatkan materi pembelajaran yang sama di tingkatnya;
4.        Pengadministrasiannya mudah, karena mereka berada dalam satu tingkat, mengambil program pendidikan yang sama.
Adapun kekurangan sistem tingkat menurut Imron (2016:146)  adalah sebagai berikut:
1.        Peserta didik yang tidak naik tingkat akan menghadapi persoalan-persoalan akademik dan psikologis;
2.        Peserta didik yang pandai, tidak sabar menunggu peserta didik lain yang kemampuannya lebih rendah;
3.        Kurang adanya kompetisi di antara peserta didik, sehingga tidak begitu baik dalam menimbulkan semangat kompetisi di antara peserta didik;
4.        Hanya menguntungkan perkembangan peserta didik yang menengah, karena merekalah yang menjadi ukuran pelaksanaan proses belajar mengajar.

D.      Sebab-sebab Peserta Didik Tidak Naik Tingkat
Mengulang kelas adalah suatu keadaan dimana siswa tidak dapat naik ke tingkat yang lebih tinggi karena memiliki prestasi atau nilai dibawah standar rata-rata kelas yang telah ditetapkan oleh sekolah yang bersangkutan. Jadi siswa harus tetap tinggal pada tingkat atau kelas sebelumnya, mengulang seluruh mata pelajaran yang telah diterima, sehingga dapat memperbaiki pemahamannya tentang pelajaran yang kurang dimengerti, dan secara otomatis dapat memperbaiki nilai-nilai yang kurang baik tersebut.
Mengulang kelas memiliki segi positif dan segi negatif. Segi positifnya adalah: siswa diberi kesempatan untuk dapat lebih memahami pelajaran-pelajaran yang telah diberikan yang kurang dimengerti, membantu siswa untuk dapat mengatasi kesulitan-kesulitan dalam belajar, membantu mempersiapkan siswa agar menjadi lebih baik dikemudian hari.
Sedangkan sisi negatifnya adalah: siswa yang tidak naik tingkat akan mengalami masalah psikologis, seperti: tidak percaya diri, rendah diri, putus asa, frustasi, shock, bahkan mengalami stress. Disini peran orang tua, guru, kepala sekolah, dan BP (Bimbingan dan Penyuluhan) sangat dibutuhkan untuk membantu siswa memperbaiki diri, memotivasi siswa untuk dapat lebih baik di kemudian hari.
Berdasarkan laporan teknis penelitian lapangan oleh Sweeting & Muchlisoh (1998), beberapa penyebab murid mengulang kelas di kelas 1 SD, yaitu: (1) tidak bisa membaca, untuk ketidakmampuan menulis atau memecahkan masalah berhitung sederhana tidak dipertimbangkan sebagai alasan yang cukup untuk menyatakan kegagalan anak; (2) kurang mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan lancar, bahkan tidak bisa sama sekali; dan (3) kurangnya antusiasme guru untuk membantu siswa belajar membaca, banyak guru menyimpulkan anak-anak miskin kurang mampu belajar membaca, sehingga guru tidak mengajari mereka yang lamban dalam belajar, khususnya membaca.
Sebab-sebab mengulang kelas selain kelas 1 SD, antara lain: (1) rendahnya skor tes atau rendahnya performan atau prestasi anak pada tes akademik; (2) alasan lain adalah anak-anak yang kelelahan karena perjalanan sekolah yang jauh, dan sekaligus beban berat untuk pekerjaan rumah dan juga tugas-tugas keluarga yang harus diselesaikan, sehingga ketika di sekolah mereka cenderung tidak berkonsentrasi pada pelajaran; (3) faktor lain yang mempunyai dampak pada angka mengulang kelas adalah kondisi fisik ruang kelas SD yang sangat menyedihkan, membuat anak tidak berkonsentrasi dan cenderung mengabaikan pelajaran di sekolah; dan (4) sebab keempat yang menyebabkan anak mengulang kelas adalah kesehatan anak-anak yang rendah karena status gizi mereka yang kurang baik.

E.       Remidi bagi Peserta Didik yang Tidak Naik Tingkat
Peserta didik yang tidak naik tingkat, tidak saja mendapatkan remidi atau penanganan secara akademik melainkan juga penanganan secara psikologis. Menurut Imron (2016:147) adapun remidi secara akademik yang dapat dibantu secara khusus kepada peserta didik yang tidak naik tingkat adalah sebagai berikut:
1.        Membantu untuk mengenali penyebab-penyebab tidak naik tingkat, dan selanjutnya mencari solusinya;
2.        Membantu untuk merencanakan kegiatannya, termasuk di dalamnya adalah kegiatan belajar;
3.        Memberikan latihan-latihan yang mendukung untuk pemahaman mata pelajaran yang sulit.
Sedangkan remidi secara psikologis yang dapat diberikan kepada peserta didik yang tidak naik tingkat adalah sebagai berikut:
1.        Menyadarkan kepada yang bersangkutan bahwa sebenarnya ia naik tingkat, hanya saja waktunya yang tidak sama dengan peserta didik lainnya;
2.        Menyadarkan kepada yang bersangkutan bahwa jika dalam kondisi demikian ia dinaikkan, dikhawatirkan justru menyulitkan dirinya ketika sudah berada di tingkat berikutnya;
3.        Memberikan terapi psikologis jika terbukti bahwa yang bersangkutan mendapatkan gangguan-gangguan psikologis.

F.       Sistem Tanpa Tingkat
Sistem tanpa tingkat adalah antitesa dari sistem tingkat. Ia muncul didasari rasa ketidakpuasan dengan adanya sistem tingkat. Sistem ini dikembangkan didasari oleh pandangan psikologis, meski peserta didik berada dalam kondisi sama, tetapi realitasnya tidak ada yang persis sama. Selalu ada perbedaan antara peserta didik satu dengan lainnya. Jadi, sistem ini menggunakan pembelajaran yang lebih individual (Imron, 2016).
Pada sistem ini, sekelompok peserta didik yang memprogram mata pelajaran sama, dikelompokkan di tempat yang sama, dan diajar guru yang sama, meski peserta didik dari angkatan tahun yang berbeda. Bahkan dalam kondisinya yang ekstrim, peserta didik dipersilakan mengambil paket program yang tersedia sesuai kemampuan dan kesempatan masing-masing tanpa terpengaruh teman-temannya. Dengan demikian, ada peserta didik yang dapat menyelesaikan program dengan cepat, lambat, bahkan sangat lambat.
Jika peserta didik dapat menyelesaikan program yang telah ditawarkan, maka dianggap lulus dari program tersebut. Begitu juga sebaliknya. Keberhasilan penyelesaian program dilihat per mata pelajaran, bukan secara menyeluruh. Jadi, jika suatu mata pelajaran belum dikuasai, ia harus mengulang pada satu mata pelajaran itu, dan tidak mengulang banyak mata pelajaran sebagaimana dalam sistem tingkat.

G.      Kelebihan dan Kekurangan Sistem Tanpa Tingkat
Kelebihan sistem tanpa tingkat menurut Imron (2016) adalah sebagai berikut :
1.        Peserta didik dapat berkembang seoptimal mungkin menurut irama perkembangannya sendiri, tanpa terhambat oleh peserta didik lainnya;
2.        Peserta didik dapat mengambil paket program sesuai minat dan kesempatan. Hal itu sesuai dengan kebutuhan psikologis peserta didik;
3.        Peserta didik yang pandai akan lebih cepat menyelesaikan program sehingga lebih cepat pula melanjutkan studi. Sebaliknya, peserta didik yang tergolong lambat, tidak merasa dipaksa mengikuti peserta didik yang cepat;
4.        Melatih kemandirian peserta didik, karena sejak dini sudah dilatih menentukan keputusan sendiri di dalam mengambil paket-paket program.
Sedangkan kekurangan sistem tanpa tingkat menurut Imron (2016) adalah sebagai berikut:
1.        Peserta didik sejak dini banyak memacu prestasi secara individual, sehinga rasa sosialnya kurang. Sistem ini berbenturan dengan sosiobudaya negara berkembang yang masyarakatnya banyak menjunjung tinggi nilai-nilai sosial;
2.        Peserta didik harus mengambil keputusan secara mandiri mengenai paket program yang akan diambil, maka diperlukan penasihat akademik yang mendampingi dan membantu agar mengambil program-program pendidikan secara benar. Ada beberapa mata pelajaran prasyarat yang harus dikuasai dahulu sebelum mengambil mata pelajaran lain atau berikutnya;
3.        Sangat sulit pengadministrasiannya, karena segalanya bergantung pada peserta didik yang mengambil paket program. Bisa terjadi, suatu paket program tidak memiliki peserta didiknya ataupun bisa juga terlalu banyak peseta didiknya. Ini juga bisa menyulitkan dalam pengaturan prasarana, sarana, waktu, dan tenaga.

H.      Sistem Kredit Semester dalam Kurikulum 2013
Penerapan sistem SKS dalam pendidikan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Akhir, merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh lembaga pendidikan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki peserta didik agar berkembang sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sistem SKS hadir dalam dunia pendidikan guan menjawab kekurangan dari sistem tingkat dan sistem tanpa tingkat, meskipun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa permasalahan, namun diharapkan sistem SKS dapat mengoptimalkan pendidikan nasional di Indonesia.
1.        Landasan diselenggarakannya sistem SKS di tingkat SMP/MTs, SMA/MA/SMK
Pihak sekolah yang menerapkan sistem SKS, memiliki dasar yang dijadikan pedoman untuk menerapkan sistem SKS sebagai bagian dari layanan terhadap peserta didik guna mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Berikut ini beberapa landasan yang digunakan untuk menerapkan sistem SKS:
a.       Pasal 12 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa “Setiap siswa pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dan menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kevcepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.”
b.      Pasal 38 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota.”
c.    Pasal 11 ayat (2) dan (3) PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa “Beban belajar SMA/MA/SMALB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori standar dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester.”
2.        Konsep Sistem Kredit Semester (SKS) Menurut Kurikulum 2013
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor  81A  Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013 mengenai pedoman umum pembelajaran disebutkan bahwa konsep sistem kredit semester  (SKS) adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada SKS dinyatakan dalam satuan kredit semester (SKS). Beban belajar 1 (satu) SKS meliputi satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan terstruktur, dan satu jam kegiatan mandiri.
3.        Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Sistem SKS Menurut Kurikulum 2013
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penyelenggaraan SKS di SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK mengacu pada hal-hal berikut:
a.       Siswa dapat menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang akan mereka ikuti di tiap semester sehingga diharapkan akan dapat menyesuaikan dengan kemampuan, bakat, dan minat mereka masing-masing.
b.      Siswa dengan kemampuan dan kemauan yang tinggi akan dapat mempercepat waktu penyelesaian studinya dibanding periode belajar yang telah ditentukan tetapi dalam hal ini tetap harus memperhatikan ketuntasan belajar mereka.
c.       Siswa akan terdorong untuk memberdayakan diri mereka masing-masing dalam proses belajar secara mandiri.
d.      Siswa boleh memilih dan mengatur strategi belajar secara lebih fleksibel.
e.       Siswa akan mempunyai kesempatan dalam menentukan kelompok peminatan, lintas minat, dan pendalaman minat, serta mata pelajaran sesuai dengan potensi mereka masing-masing.
f.       Siswa boleh berpindah ke sekolah lain yang sejenis dan telah menggunakan SKS dan semua kredit yang telah diambil dapat dipindahkan ke sekolah yang baru (transfer kredit).
g.      Sekolah harus menyediakan sumber daya pendidikan yang lebih memadai baik secara teknis maupun secara administratif.
h.      Penjadwalan kegiatan pembelajaran diusahakan sedemikian rupa agar dapat memberikan pemenuhan kebutuhan pada pengembangan potensi siswa baik dalam pengetahuan, sikap, ataupun keterampilan.
i.        Guru memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan akademik siswa sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat mereka masing-masing.
4.        Persyaratan Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) Menurut Kurikulum 2013
Tidak semua sekolah boleh menyelenggarakan sistem kredit semester. Sistem ini hanya dibolehkan pada sekolah-sekolah yang memenuhi syarat-syarat tertentu
Berikut ini adalah syarat yang harus dipenuhi oleh sekolah jika ingin menggunakan sistem kredit semester (SKS):
a.       Satuan pendidikan SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK yang terakreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) dapat menyelenggarakan SKS.
b.      Penyelenggaraan SKS pada setiap satuan pendidikan dilakukan dengan tetap mempertimbangkan ketuntasan minimal dalam pencapaian setiap kompetensi.
5.        Pihak-Pihak Yang Terlibat dalam Pelaksanaan Sistem Kredit Semester pada Kurikulum 2013
Dalam rangka mensukseskan penerapan SKS (Sistem Kredit Semester) maka harus diatur hal-hal sebagai berikut: 
a.       Pusat Kurikulum dan Perbukuan membuat model-model penyelenggaraan SKS bagi satuan pendidikan.
b.      Direktorat teknis persekolahan membuat dan melaksanakan program pembinaan penerapan SKS di lapangan sehingga sesuai dengan karakteristik pada masing-masing satuan pendidikan.
c.       Dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota membuat dan melaksanakan program koordinasi dan supervisi dalam penerapan SKS di setiap satuan pendidikan di wilayah kewenangannya masing-masing.
6.        Mekanisme Penyelenggaraan Sistem Kredit Semester pada Kurikulum 2013
Penyelenggaraan SKS di setiap satuan pendidikan SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK harus dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan, kelayakan, dan ketersediaan sumberdaya pendidikan bagi keberlangsungan penyelenggaraan sistem kredit semester (SKS) secara optimal. Kepala satuan pendidikan memberikan informasi-informasi terlebih dahulu (sosialisasi) pada semua anggota komunitas sekolah dalam hal ini guru, tenaga kependidikan, dan orang tua sebelum dapat melaksanakan sistem kredit semester (SKS) ini di satuan pendidikannya.

I.         Penyelenggaraan Sistem Akselerasi di SMP
Penyelenggaraan program akselerasi di SMP diawali dengan persiapan penyelenggaraan program. Pihak sekolah menyiapkan berbagai sumber daya program yang mendukung terselenggaranya program akselerasi, meliputi: kesiapan guru yang memenuhi syarat rata-rata pendidikannya lulusan S1, sarana dan prasarana belajar yang memadai, dan lain sebagainya. Langkah selanjutnya sekolah membuat rencana program akselerasi disusun dengan baik dalam bentuk proposal yang memuat profil sekolah dan diajukan kepada dinas pendidikan kota, provinsi, dan pemerintah pusat dengan tujuan mendapatkan izin penyelenggaraan program akselerasi.
Mekanisme penyelenggaraan program akselerasi di SMP mengikuti alur sebagai berikut: (1) Sekolah menyusun proposal permohonan penyelenggaraan kepada Dinas Pendidikan Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, dan Direktorat PLB yang dilengkapi dengan profil sekolah; (2) Dinas Pendidikan Kota melakukan observasi dan supervisi ke sekolah; (3) Hasil observasi dan supervisi itu menjadi dasar rekomendasi ke Dinas Provinsi; (4) Dinas Provinsi melakukan observasi dan supervisi ke sekolah; dan (5) Dinas Provinsi menerbitkan SK Penetapan sebagai sekolah penyelenggara program akselerasi.
Ditinjau dari bentuk penyelenggaraannya, program akselerasi di SMP menggunakan model “Kelas Khusus”, yaitu: peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa belajar dalam kelas khusus. Dalam artian bahwa ruang belajar untuk kelas akselerasi di SMP disendirikan. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Widiastono (2004) yang menyatakan bahwa model kelas khusus akselerasi adalah kelas yang dibuat untuk kelompok peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa dalam satuan pendidikan reguler pada jenjang dasar dan menengah tanpa membaur dengan peserta didik reguler lainnya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Mukhtar, dkk (2007), pembinaan siswa-siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa secara kolektif (kelompok) diberi kesempatan secara khusus sesuai dengan potensi yang mereka miliki ke dalam kelas khusus.
Untuk mengoptimalkan penyelenggaraan program akselerasi di SMP, maka kepala sekolah telah membentuk tim penyelenggara program akselerasi. Pengelolaan program akselerasi tidak dirangkap oleh kepala sekolah. Artinya, kepala sekolah berdasarkan mekanisme yang ada, telah menetapkan ketua koordinator program akselerasi tersendiri, dengan tugas utama mengelola program akselerasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Argyris & Schon (1978) yang menyatakan bahwa struktur organisasi merupakan seperangkat hubungan yang efektif antara orang-orang dalam organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu. Menurut Nawawi (1996), penempatan personel pada unit kerja dan posisi yang tepat sesuai dengan kemampuan pendidikan dan pengalamannya memiliki pengaruh yang kuat terhadap pencapaian keberhasilan tujuan suatu organisasi.
Pelaksanaan merupakan bentuk konkrit dari apa yang telah direncanakan sebelumnya, meliputi: (1) Rekrutmen peserta didik: penerimaan peserta didik baru setiap tahun ajaran baru, yang dimulai pada bulan Juni. Berdasarkan perencanaan, tiap kelas ditempati oleh 20 orang peserta didik. Namun, dalam pelaksanaannya, jumlah peserta didik yang mengikuti program akselerasi setiap tahun rata-rata berjumlah 25 orang peserta didik. Pelaksanaan seleksi peserta didik sudah dilakukan sesuai dengan yang direncanakan, yaitu dengan melakukan tiga tahapan, tes potensial akademik, psikotes, dan kesehatan. Proses seleksi untuk menjadi peserta didik kelas akselerasi dilakukan secara objektif, akuntabel (dapat dipercaya), dan transparan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Widiastono (2004) yang menyatakan bahwa masukan (input) siswa di seleksi secara ketat dengan menggunakan kriteria tertentu dan prosedur yang dapat dipertanggung-jawabkan; (2) Kurikulum: kurikulum kelas akselerasi pada dasarnya sama dengan kurikulum kelas reguler, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan muatan lokal, perbedaannya kurikulum tersebut dalam pengembangannya harus dideferensiasikan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Sehingga, lama waktu belajar di SMP untuk kelas akselerasi selama dua tahun sedangkan bagi kelas reguler adalah tiga tahun. Ward (1980) yang menyatakan bahwa sekolah penyelenggara pendidikan akselerasi bagi peserta didik yang memiliki kemampuan istimewa dan bakat istimewa (giftend and talented) harus berhadapan dengan tuntutan proses pengembangan kurikulum diferensiasi; (3) Rekrutmen dan pembinaan tenaga pendidik (guru): tidak dijumpai adanya penerapan seleksi secara khusus yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam memilih guru yang mengajar pada kelas akselerasi. Pemilihan guru program akselerasi sepenuhnya ditentukan oleh kepala sekolah dengan pertimbangan, antara lain: guru yang sudah senior, memenuhi standar kompetensi, dan mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikan. Guru-guru yang di rekrut untuk program akselerasi di SMP diharuskan untuk mengikuti diklat dan workshop. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas mengajar guru sehingga mampu memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Hal ini selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Lubis dalam (Putri, dkk, 2005) bahwa guru yang mengajar program akselerasi adalah guru-guru biasa yang juga mengajar program reguler, hanya saja sebelumnya guru-guru tersebut telah dipersiapkan dalam suatu lokakarya dan workshop sehingga memiliki pemahaman dan ketrampilan untuk memberikan pengajaran bagi siswa akselerasi; (4) Ketersediaan sarana dan prasarana: sarana dan prasarana di SMP yang disediakan untuk peserta didik akselerasi pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan peserta didik reguler. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Hawadi (2004) bahwa sarana dan prasarana program akselerasi hampir sama dengan program reguler, tetapi kualitasnya lebih ditingkatkan; (5) Pembiayaan program: pembiayaan untuk program akselerasi di SMP sampai saat ini masih menjadi permasalahan karena subsidi dari pemerintah masih belum mencukupi. Sumber dana untuk program akselerasi berasal dari Pemerintah Pusat yaitu berupa dana BOS dan orang tua peserta didik. Kunci keberhasilan guru dalam memberikan pengajaran di program akselerasi terletak pada kemampuan guru untuk melakukan analisis materi pelajaran dengan kalender pendidikan. Kemudian menurut Mukhtar, dkk (2007) menyatakan bahwa pembelajaran akselerasi bersifat responsif terhadap perubahan dan berupaya menciptakan program pembelajaran yang fleksibel dan bertujuan untuk mengadakan perbaikan secara kontinu. Sedangkan menurut Colin (1997) dengan metode percepatan belajar ini seorang siswa dapat belajar secara menyenangkan, dan mereka dapat menciptakan suatu pembelajaran yang sukses dan menyenangkan.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sistem tingkat merupakan merupakan suatu bentuk layanan terhadap peserta didik yang sedang mengoptimalkan potensi yang dimiliki dalam bentuk suatu penghargaan kepada peserta didik setelah mereka memenuhi kriteria, persyaratan dan waktu tertentu dalam bentuk kenaikan satu tingkat ke tingkat berikutnya yang lebih tinggi. Sistem tingkat dapat memacu peserta didik untuk lebih meningkatkan prestasi, namun sistem ini kurang menimbulkan adanya kompetisi diantara peserta didik, sehingga mereka tidak begitu berpartisipasi dalam berkompetisi.
Sistem tanpa tingkat muncul akibat ketidakpuasan terhadap adanya sistem tingkat. Sistem ini di dasari atas pandangan psikologis, mereka berpendapat bahwa meskipun peserta didik berada dalam kondisi yang sama, tetapi dalam realitasnya mereka tidak sama persis. Dengan sistem tanpa tingkat peserta didik diharapkan dapat berkembang seoptimal mungkin merurut kemampuan perkembangan masing-masing individu, namun pesertadidik yang sedari dini banyak memacu prestasi secara individual akan menimbulkan dampak negative yaitu kurang mampu untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.

DAFTAR RUJUKAN

Argyris, C., & Schon, D.A. 1978. Organzational Learning: A Theory of Action Perspective. London: Addison Wesley Publishing Company.
Colin, R. & Malcolm, J.N. 1997. Accelerated Learning for the 21st Century TheSix-step Plan to Unlock Your Master Mind. New York: Delacorte Press.
Hawadi, R.A. 2004. Akselerasi: A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta: Grasindo.
Imron, A. 2016. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mukhtar, dkk. 2007. Pendidikan Anak Bangsa: Pendidikan untuk Semua. Jakarta: Nimas   Multima.
Nawawi, H. 1996. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.
Putri, R., dkk. 2005. Perbedaan Sosialisasi Antara Siswa Kelas Akselerasi dan Kelas Reguler        dalam Lingkungan Pergaulan di Sekolah. Indonesian Psychological Journal, 2 (1), 28¯40. Dari http://journal.uad.ac.id/index.php/HUMANITAS/article/view/313/205.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implemenstasi Kurikulum. Luk Staff  UGM, (Online), (https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/bsnp/Permendikbud81A-2013ImplementasiK13Lengkap.pdf), diakses 5 September 2018.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Kemenag, (Online), (https://kemenag.go.id/file/dokumen/PP1905.pdf), diakses 5 September 2018.
Suking, A. 2013. Manajemen Kesiswaan pada Sekolah Efektif (Studi Multi Kasus di MAN Insan Cendekia, SMA Terpadu Wira Bhakti, dan SMA Negeri 3 Gorontalo). Disertasi tidak diterbitkan. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.
Sweeting & Muchlisoh. 1998. Beberapa Penyebab Murid Mengulang Kelas, Putus Sekolah, dan Melanjutkan Sekolah dari SD ke SLTP. Laporan Teknis No. 18b. Jakarta: Departmen Pendidikan dan Kebudayaan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Luk Staff  UGM, (Online), (http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU20-2003Sisdiknas.pdf), diakses 5 September 2018.
Ward, V.S. 1980. Differential Education for the Gifted. California: Ventura.
Widiastono, H. 2004. Sistem Percepatan Kelas (Akselerasi) Bagi Siswa yang Memiliki Kemampuan dan Kecerdasan Luar Biasa, (Online), (http://www.depdiknas.go.id), diakses 12 Oktober 2018.


















0 komentar:

Posting Komentar

 
Education Administration © 2019 Education Administration