BIMBINGAN KONSELING (BK) DAN PENDIDIKAN INKLUSIF
Makalah
Disusun
untuk memenuhi Matakuliah Layanan Khusus
yang
dibina oleh Ibu Dr. Mustiningsih, M.Pd
Disusun oleh:
1.
Dehfi
Yuhwaningsih (170131601087)
2.
Firman
Budi Santoso (170131601044)
3.
Idqa
Nanda Ayu (170131601047)
4.
Nur
Aida Indah E. (170131601060)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SEPTEMBER, 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah manajemen sarana dan prasarana tepat pada
waktunya. Sholawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah menerangi semua umat di muka bumi ini dengan cahaya kebenaran.
Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian
penyusunan makalah ini. Khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah Manajemen
Layanan Khusus, yaitu Ibu Dr. Mustiningsih M.Pd yang telah membimbing dan
membagi pengalamannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam
makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan, baik dari segi
isi maupun segi bahasa. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis
berharap agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
Malang,
September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR LAMPIRAN iv
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang 1
B.
Tujuan
Pembahasan 2
C.
Ruang
Lingkup Bahasan 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bimbingan dan Konseling 3
B.
Tujuan
dan Fungsi Bimbingan dan Konseling 4
C.
Masalah
Bimbingan dan Konseling yang dihadapi Sekolah 7
D.
Penerapan
Program Bimbingan dan Konseling 7
E.
Evaluasi
Program Bimbingan dan Konseling 8
F.
Pengertian
Pendidikan Inklusi 9
G.
Tujuan
Pendidikan Inklusif 10
H.
Karakteristik
Pendidikan Inklusif 12
I.
Kurikulum
Sekolah Inklusi 13
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 16
DAFTAR RUJUKAN 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manajemen
layanan khusus di suatu sekolah merupakan bagian penting dalam Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS). Sekolah merupakan salah satu sarana yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kualitas bangsa Indonesia. Sekolah tidak hanya
memiliki tanggung jawab dan tugas untuk melaksanakan proses pembelajaran dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi saja, melainkan harus menjaga dan
meningkatkan kesehatan baik jasmani maupun rohani peserta didik. Oleh sebab itu
sekolah memerlukan suatu manajemen layanan khusus yang dapat mengatur segala
kebutuhan peserta didiknya sehingga tujuan pendidikan tersebut dapat tercapai.
Manajemen
layanan khusus merupakan salah satu dari substansi ekstensi manajemen
pendidikan. Manajemen layanan khusus di sekolah ditetapkan dan diorganisasikan
untuk mempermudah atau memperlancar pembelajaran, serta dapat memenuhi
kebutuhan khusus peserta didik di sekolah. Layanan khusus diselenggarakan di
sekolah dengan maksud untuk memperlancar pelaksanaan pengajaran dalam rangka
pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Pendidikan di sekolah juga berusaha
agar peserta didik senantiasa berada dalam keadaan baik. Baik disini menyangkut
aspek jasmani maupun rohaninya. Berdasarkan uraian tersebut maka manajemen
layanan khusus adalah suatu proses kegiatan memberikan pelayanan kebutuhan kepada
peserta didik untuk menunjang kegiatan pembelajaran agar tujuan pendidikan bisa
tercapai secara efektif dan efisien.
Layanan
khusus yang diberikan sekolah kepada peserta didik tersebut pada umumnya sama,
akan tetapi proses pengelolan dan pemanfaatannya yang berbeda. Beberapa bentuk
layanan khusus di sekolah adalah layanan: BK, perpustakaan, laboratorium,
ekstrakulikuler, UKS, kafetaria, koperasi, OSIS, transportasi, asrama,
akselerasi, kelas inklusi, dan PSG/prakerin. Berdasarkan beberapa bentuk
layanan khusus di sekolah tersebut di atas, penulis akan membahas mengenai
bimbingan konseling (BK) dan pendidikan inklusif.
B.
Tujuan Pembahasan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memaparkan pengertian bimbingan dan konseling;
2. Untuk menguraikan tujuan dan fungsi bimbingan dan
konseling;
3. Untuk memaparkan masalah bimbingan dan konseling yang
dihadapi sekolah;
4. Untuk memaparkan penerapan program bimbingan dan
konseling;
5. Untuk memaparkan evaluasi program bimbingan dan konseling;
6. Untuk memaparkan pengertian pendidikan inklusi;
7. Untuk menguraikan tujuan pendidikan inklusif;
8. Untuk memaparkan karakteristik pendidikan inklusif;
9. Untuk memaparkan kurikulum sekolah inklusi.
C.
Ruang Lingkup Bahasan
Ruang lingkup bahasan pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Pengertian
Bimbingan dan Konseling;
2.
Tujuan
dan Fungsi Bimbingan dan Konseling;
3.
Masalah
Bimbingan dan Konseling yang dihadapi Sekolah;
4.
Penerapan
Program Bimbingan dan Konseling;
5.
Evaluasi
Program Bimbingan dan Konseling;
6.
Pengertian
Pendidikan Inklusif;
7.
Tujuan
Pendidikan Inklusif;
8.
Karakteristik
Pendidikan Inklusif;
9.
Kurikulum
Sekolah Inklusi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Bimbingan dan Konseling
1.
Pengertian
Bimbingan
Pengertian
bimbingan menurut Tim Dosen Administrasi Pendidikan (2001:14) bimbingan adalah
suatu bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain dalam membuat
keputusan dan pemecahan masalah dalam pengajaran. Dari definisi di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa bimbingan berarti bantuan yang diberikan oleh
seseorang kepada orang lain yang memerlukannya. Perkataan “membantu” berarti
dalam bimbingan tidak ada paksaan, tetapi lebih menekankan pada pemberian
peranan individu kearah tujuan yang sesuai dengan potensinya. Jadi dalam hal
ini, pembimbing sama sekali tidak ikut menentukan pilihan atau keputusan dari
orang yang dibimbingnya. Yang menentukan pilihan atau keputusan adalah individu
itu sendiri. Bantuan (bimbingan) tersebut diberikan kepada setiap orang, namun
prioritas diberikan kepada individu-individu yang membutuhkan atau benar-benar
harus dibantu. Pada hakekatnya bantuan itu adakah untuk semua orang. Bimbingan
merupakan suatu proses kontinyu, artinya bimbingan itu tidak diberikan hanya
sewaktu-waktu saja dan secara kebetulan, namun merupakan kegiatan yang terus
menerus, sistematika, terencana dan terarah pada tujuan. Bimbingan atau bantuan
diberikan agar individu dapat mengembangkan dirinya semaksimal mungkin.
Bimbingan diberikan agar individu dapat lebih mengenal dirinya sendiri
(kekuatan dan kelemahannya), menerima keadaan dirinya dan dapat mengarahkan
dirinya sesuai dengan kemampuannya.
2.
Pengertian
Konseling
Konseling
adalah proses interaksi yang memberikan fasilitas atau kemudahan untuk
pemahaman yang bermakna terhadap diri dan lingkungan, serta menghasilkan
kemantapan atau kejernihan tujuan-tujuan dan nilai-nilai untuk perilaku dimasa
yang akan datang. Menurut Shertzer dan Stone (1981) konseling adalah usaha yang
secara langsung berkenaan dengan pemecahan masalah-masalah peserta didik. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
konseling adalah upaya bantuan yang diberikan seseorang pembimbing yang terlatih
dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar
individu tersebut potensinya dapat berkembang secara optimal, mampu mengatasi
masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu
berubah. Layanan bimbingan dan
konseling merupakan salah satu kelanjutan dari layanan kepenasehatan akademik
dan administratif peserta didik. Pelayanan bantuan untuk peserta didik baik
individu/kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal dalam hubungan
pribadi, sosial, belajar, karir; melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung atas dasar norma-norma yang berlaku. Lebih lanjut menurut Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomer 111 Tahun 2014
tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah,
menyatakan bahwa bimbingan konseling merupakan upaya sistematis, objektif,
logis, dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau
guru bimbingan dan konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli
untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya.
B. Tujuan
dan Fungsi Bimbingan dan Konseling
1.
Tujuan
Bimbingan dan Konseling
Tujuan bimbingan dan konseling secara
umum adalah sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang
beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan
dan kebangasaan.
Secara
umum layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa mengenal
bakat, minat, dan kemampuannya, serta memilih dan menyesuaiakan diri dengan
kesempatan pendidikan untuk merencanakan karier yang sesuai dengan tuntutan
dunia kerja. Sesuai dengan hakekat bimbingan sebagai upaya untuk membantu
perkembangan kepribadian siswa secara optimal,
maka secara umum layanan bimbingan di sekolah dasar harus
dikaitkan dengan kegiatan pendidikan, karena itu tujuan akhir bimbingan adalah
mengembangkan potensi siswa secara optimal agar mampu meningkatan perannya
dalam rangka menjawab tantangan kehidupan masa depan. Secara khusus layanan
layanan bimbingan bertujuan membantu siswa agar dapat memenuhi tugas-tugas
perkembangan yang meliputi aspek pribadi-sosial, pendidikan dan karier sesuai
dengan tuntutan lingkungan (Depdikbud, 1994).
Secara
khusus layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar
dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek dibawah ini,
yaitu:
a.
Aspek
perkembangan pribadi-sosial, layanan bimbingan dan konseling bertujuan membantu
siswa agar:
1.
Memiliki
pemahaman sendiri;
2.
Dapat
mengembangkan sikap positif;
3.
Membantu
kegiatan secara sehat;
4.
Mampu
mengahrgai orang lain;
5.
Memilki
rasa tanggungjawab;
6.
Mengembangkan
keterampilan hubungan pribadi;
7.
Dapat
menyelesaikan masalah;
8.
Dapat
membuat keputusan secara baik.
b.
Aspek
perkembangan pendidikan, layanan bimbingan dan konseling membantu siswa agar:
1.
Dapat
melaksanakan cara-cara belajar yang benar;
2.
Dapat
menetapkan tujuan dan rencana pendidikan;
3.
Dapat
mencapai prestasi belajar secara optimal, sesuai bakat dan kemampuan;
4.
Memilki
keterampilan untuk menghadapi ulangan atau ujian.
c.
Aspek
perkembangan karier, layanan bimbingan dan konseling membantu siswa agar dapat;
1.
Mengenal
macam-macam dan ciri-ciri dari berbagai jenis pekerjaan yang ada;
2.
Merencanakan
masa depan;
3.
Membantu
arah pekerjaan;
4.
Menyesuaikan
keterampilan, kemampuan dan minat dengan jenis pekerjaan;
5.
Membantu
mencapai cita-cita.
2.
Fungsi
Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan
pengertian dan tujuan bimbingan yang ingin dicapai, layanan bimbingan dan
konseling menurut Yusuf dan Nurihsan (2014) dapat berfungsi sebagai berikut:
a.
Fungsi
pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang akan menghasilkan pemahaman diri yang
meliputi 1) pemahaman diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orangtua siswa,
guru dan pembimbing; 2) pemahaman tentang lingkungan siswa (lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat), terutama oleh siswa sendiri, orangtua
siswa, guru, dan pembimbing; dan 3) pemahaman tentang informasi (informasi
pendidikan, karier, dan budaya/nilai-nilai) terutama oleh siswa.
b.
Fungsi
pencegahan, yaitu fungsi bimbingan yang akan mengahasilkan terhindarnya siswa
dari berbagai permasalahan yang dapat mengahambat atau menimbulkan masalah
dalam proses perkembangan siswa.
c.
Fungsi
pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dimana konselor senatiasa berupaya untuk
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan
siswa.
d.
Fungsi
perbaikan, yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan
erat dengan upaya pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah,
baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
e.
Fungsi
penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan
ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir
sesuai dengan minat, bakat, keahlian, dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
f.
Fungsi
adaptasi, yaitu fungsi bimbingan yang membantu para pelaksana pendidikan
khususnya konselor, guru, dosen untuk mengadaptasikan program
pendidikan terhadap
alatar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan individu (siswa).
g.
Fungsi
penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa agar dapat
menyessuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan,
peraturan sekolah, dan norma agama.
C. Masalah
Bimbingan dan Konseling yang dihadapi Sekolah
Dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah belum tentu berjalan sesuai
dengan yang diharapkan pasti ada masalah didalamya, diantara masalah-masalah
yang terjadi di sekolah menurut Willis (2004) antara lain:
1.
Masalah
profesi konselor, sampai saat ini profesi konselor sekolah belum diakui.
Profesi ini nampaknya sulit untuk mendapatkan pengakuan, karena bervariasinya
pendidikan pembimbing dan pengalaman konselor di sekolah.
2.
SK
pengangkatan, lulusan bimbingan dan konseling disekolah menengah biasanya tidak
diangkat sebagai guru pembimbing, akan tetapi mereka di SK-kan sebagai guru
bidang studi pada sekolah tersebut.
3.
Masalah
sikap terhadap bimbingan dan konseling, tampaknya guru-guru dan kepala sekolah
masih kaku sikapnya terhadap bimbingan dan konseling di sekolah. Banyak
diantara mereka yang beranggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah mengurus
para siswa yang melanggar peraturan. Guru pembimbing dianggap sebagai polisi
sekolah.
D. Penerapan
Program Bimbingan dan Konseling
Penenerapan
program bimbingan dan konseling dalam pelaksanaan kurikulum sangat menentukan
keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam
pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian
tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada
sembilan peran guru dalam kegiatan Bimbingan dan konseling, yaitu:
1.
Informator,
guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi
lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum;
2.
Organisator,
guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan
lain-lain;
3.
Motivator,
guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta menumbuhkan swadaya
(aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) siswa sehingga akan terjadi dinamika di
dalam proses belajar-mengajar;
4.
Director,
guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan
tujuan yang dicita-citakan;
5.
Inisiator,
guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar;
6.
Transmitter,
guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan;
7.
Fasilitator,
guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar;
8.
Mediator,
guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa;
9.
Evaluator,
guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik
maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak
didiknya berhasil atau tidak.
E. Evaluasi
Program Bimbingan dan Konseling
Penilaian
suatu program berarti mengadakan pertimbangan secara sistematis tentang
efektifitas suatu kegiatan yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai
dengan norma yang khusus. Evaluasi program bimbingan bersifat keharusan karena
efektivitasnya harus diketahui dan program itu sendiri harus dikembangkan.
Selanjutnya
Sukardi (2000:47) menyatakan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan
konseling di sekolah dimaksudkan adalah segala upaya tindakan atau proses untuk
menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksaan
program bimbingan dan konseling di sekolah dengan mengacu pada kriteria atau
patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapatlah dirumuskan bahwa;
1.
Evaluasi
pelaksanakan program bimbingan dan konseling merupakan suatu usaha untuk
menilai efisiensi dan efektivitas pelayanan bimbingan dan konseling demi
peningkatan mutu program bimbingan dan konseling.
2.
Evaluasi
pelaksanaan program bimbingan dan konseling ialah suatu usaha penelitian,
dengan cara mengumpulkan data secara sistematis, menarik kesimpulan atas dasar
data yang diperoleh secara onjektif, mengadakan penafsiran dan merencanakan
langkah-langkah perbaikan, pengembangan, dan pengarahan staf.
Secara
umum penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling
bertujuan untuk:
1.
Mengetahui
kemajuan program bimbingan dan konseling atau subjek yang telah memanfaatkan
layanan bimbingan dan konseling.
2.
Mengetahui
tingkat efesiensi dan efektivitas strategi pelaksanaan program bimbingan dan
konseling yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
F. Pengertian
Pendidikan Inklusif
Pendidikan
inklusif mulai dicanangkan pada Konferensi Internasional yang diselenggarakan oleh UNESCO pada tanggal
7-10 Juni 1994 di Salamanca Spanyol. Konferensi yang diikuti oleh 92 negara dan
25 organisasi internasional ini menghasilkan kesepakatan yang dikenal dengan
Kesepakatan Salamanca. Istilah inklusi berasal dari bahasa Inggris “inclusive” yang artinya termasuk,
memasukkan. Pendidikan inklusi artinya diartikan dengan memasukkan anak
berkebutuhan khusus dikelas regular bersama anak lainnya. Namun secara lebih
luas pendidikan inklusif diartikan melibatkan seluruh peserta didik tanpa
terkecuali dalam pendidikan regular.
Banyak
pendapat yang berbeda-beda tentang pengertian inklusif, yang mana inklusif
adalah istilah terbaru yang dipergunakan untuk mendeskripsikan penyatuan bagi
anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program-program
sekolah. Bagi sebagian besar pendidik, istilah ini ilihat sebagai deskripsi
yang lebih positif dalam usaha-usaha menyatukan anak-anak yang memiliki
hambatan dengan cara-cara yang realistis dan kompeherensif dalam kehidupan
pendidikan yang menyeluruh (Smith dkk, 2006).
Inklusif dapat berarti bahwa tujuan pendidikan bagi siswa
memiliki hambatan adalah, keterlibatan yang sebenarnya dari tiap anak dalam
kehidupan sekolah yang menyeluruh. Inklusif dapat berarti penerimaan anakanak
yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan,
interaksi sosial dan konsep diri (visi-misi) sekolah. Tentu saja, inklusif
dapat mempunyai arti berbeda-beda bagi tiap orang. Sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama.
Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan
dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil.
G. Tujuan
Pendidikan Inklusif
Tujuan
pendidikan inklusi adalah disamping untuk mensukseskan wajib belajar pendidikan
dasar juga untuk menyamakan hak dalam memperoleh pendidikan antara anak normal
dengan anak berkebutuhan khusus.
a.
Tujuan yang ingin dicapai oleh anak dalam mengikuti
kegiatan belajar dalam inklusi antara lain adalah :
1)
Berkembangnya
kepercayaan pada diri anak, merasa bangga pada diri sendiri atas prestasi yang
diperolehnya;
2)
Anak
dapat belajar secara mandiri, dengan mencoba memahami dan menerapkan pelajaran
yang diperolehnya di sekolah ke dalam kehidupan sehari-hari;
3)
Anak
mampu berinteraksi secara aktif bersama teman-temannya, guru, sekolah dan
masyarakat;
4)
Anak
dapat belajar untuk menerima adanya perbedaan, dan mampu beradaptasi dalam
mengatasi perbedaan tersebut.
b.
Tujuan yang ingin dicapai oleh guru-guru dalam
pelaksanakan pendidikan inklusi antara lain adalah:
1)
Guru
akan memperoleh kesempatan belajar dari cara mengajar dengan setting inklusi;
2)
Terampil
dalam melakukan pembelajaran kepada peserta didik yang memiliki latar belakang beragam;
3)
Mampu
mengatasi berbagai tantangan dalam memberikan layanan kepada semua anak;
4)
Bersikap
positif terhadap orang tua, masyarakat, dan anak dalam situasi beragam;
5)
Mempunyai
peluang untuk menggali dan mengembangkan serta mengaplikasikan berbagai gagasan
baru melalui komunikasi dengan anak di lingkungan sekolah dan masyarakat.
c.
Tujuan yang akan dicapai bagi orang tua antara lain
adalah:
1)
Para
orang tua dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana cara mendidik dan
membimbing anaknya lebih baik di rumah, dengan menggunakan teknik yang
digunakan guru di sekolah;
2)
Mereka
secara pribadi terlibat, dan akan merasakan keberadaanya menjadi lebih penting
dalam membantu anak untuk belajar;
3)
Orang
tua akan merasa dihargai, merasa dirinya sebagai mitra sejajar dalam memberikan
kesempatan belajar yang berkualitas kepada anaknya;
4)
Orang
tua mengetahui bahwa anaknya dan semua anak yang di sekolah, menerima
pendidikan yang berkualitas sesuai dengan kempuan masingmasing individu anak.
d.
Tujuan yang diharapkan dapat dicapai oleh masyarakat
dalam pelaksanaan pendidikan inklusif antara lain adalah:
1)
Masyarakat
akan merasakan suatu kebanggaan karena lebih banyak anak mengikuti pendidikan
di sekolah yang ada di lingkungannya;
2)
Semua
anak yang ada di masyarakat akan terangkat dan menjadi sumber daya yang
potensial, yang akan lebih penting adalah bahwa masyarakat akan lebih terlibat
di sekolah dalam rangka menciptakan hubungan yang lebih baik antara sekolah dan
masyarakat (Tarmansyah, 2007:112-113).
Selanjutnya
tujuan pendidikan inklusi menurut Marthan (2007) terbagi menjadi 4 yakni bagi
anak berkebutuhan khusus, bagi pihak sekolah, bagi guru, dan bagi masyarakat,
lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
a.
Bagi anak berkebutuhan khusus
1)
Anak
akan merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya;
2)
Anak
akan memperoleh bermacam-macam sumber untuk belajar dan bertumbuh;
3)
Meningkatkan
harga diri anak;
4)
Anak
memperoleh kesempatan untuk belajar dan menjalin persahabatan bersama teman
yang sebaya.
b.
Bagi pihak sekolah
1)
Memperoleh
pengalaman untuk mengelola berbagai perbedaan dalam satu kelas;
2)
Mengembangkan
apresiasi bahwa setiap orang memiliki keunikan dan kemampuan yang berbeda satu dengan lainnya;
3)
Meningkatkan
kepekaan terhadap keterbatasan orang lain dan rasa empati pada keterbatasan
anak;
4)
Meningkatkan
kemempuan untuk menolong dan mengajar semua anak dalam kelas.
c.
Bagi guru
1)
Membantu
guru untuk menghargai perbedaan pada setiap anak dan mengakui bahwa anak
berkebutuhan khusus juga memiliki kemampuan;
2)
Menciptakan
kepedulian bagi setiap guru terhadap pentingnya pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus;
3)
Guru
akan merasa tertantang untuk menciptakan metode-metode baru dalam pembelajaran
dan mengembangkan kerjasama dalam memecahkan masalah;
4)
Meredam
kejenuhan guru dalam mengajar.
d.
Bagi masyarakat
1)
Meningkatkan
kesetaraan sosial dan kedamaian dalam masyarakat;
2)
Mengajarkan
kerjasama dalam masyarakat dan mengajarkan setiap anggota masyarakat tentang
proses demokrasi;
3)
Membangun
rasa saling mendukung dan saling membutuhkan antar anggota masyarakat.
H. Karakteristik Pendidikan Inklusif
Karakteristik dalam pendidikan inklusi tergabung dalam
beberapa hal seperti hubungan, kemampuan, pengaturan tempat duduk, materi
belajar, sumber dan evaluasi yang dijelaskan sebagai berikut:
a.
Hubungan
Ramah
dan hangat, contoh untuk anak tuna rungu: guru selalu berada di dekatnya dengan
wajah terarah pada anak dan tersenyum. Pendamping kelas( orang tua ) memuji
anak tuna rungu dan membantu lainnya.
b.
Kemampuan
Guru,
peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda serta orang tua
sebagai pendamping.
c.
Pengaturan
tempat duduk
Pengaturan
tempat duduk yang bervariasi seperti, duduk berkelompok di lantai membentuk
lingkaran atau duduk di bangku bersama-sama sehingga mereka dapat melihat satu
sama lain.
d.
Materi
belajar
Berbagai
bahan yang bervariasi untuk semua mata pelajaran, contoh pembelajarn matematika
disampaikan melalui kegiatan yang lebih menarik, menantang dan menyenangkan
melalui bermain peran menggunakan poster dan wayang untuk pelajaran bahasa.
e.
Sumber
Guru
menyusun rencana harian dengan melibatkan anak, contoh meminta anak membawa
media belajar yang murah dan mudah didapat ke dalam kelas untuk dimanfaatkan
dalam pelajaran tertentu.
f.
Evaluasi
Penilaian,
observasi, portofolio yakni karya anak dalam kurun waktu tertentu dikumpulkan
dan dinilai (Marthan, 2007:152).
I. Kurikulum
Sekolah Inklusi
Kurikulum
hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan anak, yang selama ini anak dipaksakan
mengikuti kurikulum. Oleh sebab itu hendaknya memberikan kesempatan untuk
menyesuaikan kurikulum dengan anak. Menurut Tarmansyah (2007:154) untuk
modifikasi kurikulum merupakan model kurikulum dalam sekolah inklusi.
Modifikasi pertama adalah mengenai pemahaman bahwa teori model itu selalu
merupakan representasi yang disederhanakan dari realitas yang kompleks. Modifikasi
kedua adalah mengenai aspek kurikulum yang secara khusus difokuskan dalam pembelajaran yang akan dibahas
lebih banyak dalam praktek pembelajaran.
Kurikulum yang digunakan di sekolah inklusi
adalah kurikulum anak normal (regular) yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai)
dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa. Lebih lanjut, menurut Direktorat
PLB (Tarmansyah,2007:168) modifikasi dapat dilakukan dengan cara modifikasi
alokasi waktu, modifikasi isi/materi, modifikasi proses belajar mengajar, modifikasi
sarana dan prasarana, modifikasi lingkungan untuk belajar, dan modifikasi
pengelolaan kelas.
Modifikasi dapat dilakukan dengan cara:
a.
Modifikasi
Alokasi Waktu
Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada
kecepatan belajar siswa.
b.
Modifikasi
Isi/Materi
Modifikasi isi/materi disesuaikan dengan kemampuan siswa.
Jika intelegensi anak di atas normal, materi dapat diperluas atau ditambah
materi baru. Jika intelegensi anak relatif normal, materi dapat tetap
dipertahankan. Jika intelegensi anak di bawah normal, materi dapat dikurangi
atau diturunkan tingkat kesulitan seperlunya atau bahkan dihilangkan bagian
tertentu.
c.
Modifikasi
Proses Belajar Mengajar
a)
Menggunakan
pendekatan Student Centered yang menekankan perbedaan individual setiap
anak.
b)
Lebih
terbuka (divergent).
c)
Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena
kemampuan siswa di dalam kelas heterogen.
d)
Menerapkan
pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan pendekatan pembelajaran
kooperatif.
e)
Disesuaikan
dengan tipe belajar siswa.
d.
Modifikasi Sarana dan Prasarana
a)
Untuk
anak berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi di atas normal maka perlu
disediakan laboratorium, alat praktikum dan sumber belajar lainnya yang
memadai.
b)
Untuk
anak berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi relative normal, dapat
menggunakan sarana-prasana seperti halnya anak normal.
c)
Untuk
anak berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi di bawah normal, maka perlu
tambahan sarana dan prasarana khusus yang lebih banyak terutama untuk
memvisualkan hal-hal yang abstrak agar menjadi lebih konkrit.
e.
Modifikasi
Lingkungan Belajar
a)
Diupayakan
lingkungan yang kondusif untuk belajar
b)
Ada
sudut baca (perpustakaan kelas)
f.
Modifikasi
Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas hendaknya fleksibel, yang memungkinkan
mudah dilaksanakannya pembelajaran kompetitif (individual), pembelajaran
kooperatif (kelompok/berpasangan) dan pembelajaran klasikal.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bimbingan
konseling merupakan upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta
terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru bimbingan dan konseling untuk
memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian
dalam kehidupannya. Tujuan bimbingan dan konseling secara umum adalah
terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri, serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangasaan.
Dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak terlepas dari
masalah-masalah. Menurut Willis (2004) antara lain: masalah profesi konselor,
SK pengangkatan, masalah sikap terhadap bimbingan dan konseling. Sukardi
(2000:47) menyatakan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di
sekolah dimaksudkan adalah segala upaya tindakan atau proses untuk menentukan
derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksaan program
bimbingan dan konseling di sekolah dengan mengacu pada kriteria atau
patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan.
Pendidikan
inklusi diartikan dengan memasukkan anak berkebutuhan khusus dikelas regular
bersama anak lainnya. Tujuan pendidikan inklusi adalah untuk mensukseskan wajib
belajar pendidikan dasar juga dan untuk menyamakan hak dalam memperoleh
pendidikan antara anak normal dengan anak berkebutuhan khusus. Karakteristik
dalam pendidikan inklusi tergabung dalam beberapa hal seperti hubungan,
kemampuan, pengaturan tempat duduk, materi belajar, sumber dan evaluasi. Kurikulum
yang digunakan di sekolah inklusi adalah kurikulum anak normal (regular) yang
disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa.
Daftar Rujukan
Depdikbud. 1994. Kurikulum
Sekolah Menengah Umum (SMU): Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling.
Jakarta: Ditjen Dikdasmen. Dikmenum.
Marthan, L. K. 2007. Manajemen Pendidikan Inklusif. Jakarta: Dirjen.
Sardiman. 2001. Interaksi
dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Shertzer, B. & Stone, S. C. Fundamental of Guidance. New York: Houngton Mifflin Company.
Smith, D. J.,
Sugiarmin, M., dan Baihaqi, M. 2006. Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung: Nuansa.
Sukardi, D. K. 2000. Pengantar
Pelaksanaan Program Bimbingan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Tarmansyah. 2007. Inklusi
Pendidikan untuk Semua. Jakarta: Depdiknas.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan. 2001. Buku Ajar Manajemen Layanan Khusus di
Sekolah. Malang: Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan
Administrasi Pendidikan.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2006. Jakarta: Sinar Grafika.
Willis, S. S. 2004. Konseling
Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
Yusuf, S. & Nurihsan, J. 2014. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.