Banner 468 x 60px

 

Kamis, 17 Oktober 2019

Permasalahan Sarana dan Prasarana beserta Cara Penyelesaian

0 komentar

Nur Aida Indah Eliza
170131601060/19
a.      Permasalahan
Atap Sekolah Rusak, Puluhan Siswa di SD Negeri 3 Jepang Pakis, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah Terpaksa Belajar di Mushola


Antara, Rhobi Shani, 18 Februari 2019 16:36
Kudus: Puluhan siswa SD Negeri 3 Jepang Pakis, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, terpaksa mengikuti proses belajar mengajar di musala sekolah, menyusul atap ruangan kelas I dan II di sekolah tersebut mengalami kerusakan dan bocor saat hujan.
Menurut Kepala SD Negeri 3 Jepang Pakis, Endang Sri Mulyani di Kudus, Senin 18 Februari 2019, atap ruang kelas I dan II sudah sejak lama rusak, namun karena musim hujan siswa terpaksa belajar di musala sekolah. Awalnya, kata dia, beberapa kelas digilir masuk siang, kemudian karena memasuki musim hujan ruangan kelas yang rusak sering bocor sehingga siswa terpaksa menempati musala.
Siswa yang menempati musala, kata dia, merupakan siswa kelas IV, sedangkan siswa kelas II masih tetap menempati ruangannya, meskipun atapnya rusak dan ada beberapa titik kebocoran saat hujan.  Bahkan, lanjut dia, ruangan kelas III ketika turun hujan juga bocor sehingga dipindah ke ruang lain yang tersedia.
Sementara siswa kelas I menempati ruangan yang tidak rusak karena pulangnya lebih awal. "Ketika siswa kelas I dan II pulang, maka siswa kelas IV yang menempati musala dipindah ke ruang siswa kelas I," ujarnya ditemui di sela-sela menerima kunjungan anggota Komisi B DPRD Kudus.
Ia mengungkapkan kerusakan atas ruang kelas I dan II maupun kelas lainnya sejak April 2018 dan hingga sekarang belum ada perbaikan, karena belum tersedianya anggaran.  "Kami sudah menyiapkan proposal untuk diajukan ke Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kudus melalui UPT Pendidikan Kecamatan Jati," ujarnya.
Anggota Komisi B DPRD Kudus Muhtamat berharap Dinas Pendidikan untuk memprioritaskan perbaikan ruang kelas di SD 3 Negeri Jepang Pakis karena kondisinya memang tidak memungkinkan digunakan untuk belajar mengajar.
Terlebih lagi, lanjut dia, anggaran untuk perbaikan sekolah sudah dianggarkan di 2019.  Kalaupun nantinya diperbaiki, dia berharap, dari atap kayu diganti dengan baja ringan karena lebih tahan terhadap rayap. Berdasarkan pantauan, puluhan siswa kelas IV yang belajar mengajar di musala sekolah tampak antusias, meskipun hanya dengan lesehan tanpa ada meja dan tempat duduk.
Sementara itu, Kasi Sarana dan Prasarana, Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kudus Mohammad Zubaidi mengungkapkan, terkait perbaikan ruang kelas SD yang rusak masih dalam perencanaan.  "Adapun anggaran yang disediakan sebesar Rp200 juta untuk sekolah tersebut," ujarnya.
b.      Tugas
  1. Tanggapan
Berdasarkan permasalahan di atas kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi di sekolah seharusnya segera mengambil kebijakan terkait kerusakan yang terjadi atas ruang kelas I dan II. Sebenarnya kebijakan yang telah diambil oleh kepala sekolah dengan menggilir beberapa kelas untuk masuk siang sudah cukup efektif dalam mengatasi anggaran dana yang belum tersedia untuk melakukan perbaikan. Namun keefektifan kebijakan tersebut hanya berlangsung dalam jangka pendek. Kebijakan tersebut tidak efektif jika diterapkan ketika memasuki musim penghujan, karena ruangan kelas yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar sering bocor. Sehingga dalam hal ini agar kegiatan belajar mengajar tetap bisa berlangsung, kepala sekolah mengambil kebijakan dengan memindahkan siswa ke mushola. Hal tersebut tentu berdampak pada kegiatan belajar mengajar siswa yang tidak dapat berlangsung secara kondusif seperti di kelas. Karena pada dasarnya mushola adalah tempat untuk beribadah bukan tempat untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Sambil menunggu ketersediaan anggaran dana, kepala sekolah harus mengambil inisiatif dengan mencari anggaran dana dari sumber lain, misalnya dari stake holder maupun dari orang tua/wali siswa. Dalam hal ini, kepala sekolah bisa menggelar rapat dengan mengundang seluruh stake holder dan orang tua/wali siswa, dimana dalam rapat tersebut kepala sekolah berterus terang kepada mereka jika saat ini ruang kelas yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar siswa sedang mengalami kerusakan, sedangkan dana untuk melakukan perbaikan ruang kelas tersebut belum tersedia. Oleh karena itu, kepala sekolah bermaksud meminta bantuan kepada mereka untuk menyediakan anggaran dana agar perbaikan ruang kelas bisa segera dilakukan dan agar kegiatan belajar mengajar tetap bisa berlangsung.
  1. Rencana kegiatan untuk menyelesaikan permasalahan
Kepala sekolah melakukan perencanaan perbaikan, pertama dengan mengajukan proposal ke Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kudus. Kedua kepala sekolah mengajukan dana ke pada orang tua/wali siswa dan stake holder sambil menunggu dana dari Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kudus cair. Selanjutnya kepala sekolah melakukan pengorganisasian, dengan berkoordinasi bersama seluruh guru, orang tua/wali siswa, dan masyarakat sekitar untuk merehabilitas ruang kelas yang mengalami kerusakan dengan mengadakan gotong royong dalam memperbaiki bangunan tersebut. Para siswa dalam hal ini juga bisa diikutsertakan dengan mengajak mereka untuk gotong royong misalnya membersihkan puing-puing atap bangunan yang sudah tidak digunakan. Untuk meminimalisir terjadinya kerusakan atap sekolah lagi, kepala sekolah bisa mengganti atap kayu dengan baja ringan agar lebih tahan terhadap rayap. Setelah perbaikan dilakukan kepala sekolah harus melakukan pengawasan secara kontinu, disamping itu kepala sekolah juga harus mengikutsertakan seluruh warga sekolah untuk melakukan pemeliharaan ruang kelas secara bersama-sama. Sehingga melalui pemeliharaan tersebut, kerusakan-kerusakan yang terjadi pada ruang kelas dapat diminimalisir.


Read more...

Rabu, 02 Oktober 2019

Bimbingan Konseling (BK) dan Pendidikan Inklusif

0 komentar

BIMBINGAN KONSELING (BK) DAN PENDIDIKAN INKLUSIF
Makalah
Disusun untuk memenuhi Matakuliah Layanan Khusus
yang dibina oleh Ibu Dr. Mustiningsih, M.Pd



Disusun oleh:

1.      Dehfi Yuhwaningsih                           (170131601087)
2.      Firman Budi Santoso                          (170131601044)
3.      Idqa Nanda Ayu                                 (170131601047)
4.      Nur Aida Indah E.                              (170131601060)







                                                                                                                       




UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SEPTEMBER, 2018


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah manajemen sarana dan prasarana tepat pada waktunya. Sholawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi semua umat di muka bumi ini dengan cahaya kebenaran.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian penyusunan makalah ini. Khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Layanan Khusus, yaitu Ibu Dr. Mustiningsih M.Pd yang telah membimbing dan membagi pengalamannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isi maupun segi bahasa. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis berharap agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.




Malang, September 2018



Penulis


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL                                                                                 i
KATA PENGANTAR                                                                                  ii
DAFTAR ISI                                                                                                  iii
DAFTAR LAMPIRAN                                                                                iv
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang                                                                                          1
B.       Tujuan Pembahasan                                                                                  2
C.       Ruang Lingkup Bahasan                                                                           2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Bimbingan dan Konseling                                                       3
B.     Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling                                           4
C.     Masalah Bimbingan dan Konseling yang dihadapi Sekolah                      7
D.    Penerapan Program Bimbingan dan Konseling                                         7
E.     Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling                                            8
F.      Pengertian Pendidikan Inklusi                                                                   9
G.    Tujuan Pendidikan Inklusif                                                                       10
H.    Karakteristik Pendidikan Inklusif                                                              12
I.       Kurikulum Sekolah Inklusi                                                                        13
BAB III PENUTUP
Kesimpulan                                                                                               16
DAFTAR RUJUKAN                                                                                   17


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Manajemen layanan khusus di suatu sekolah merupakan bagian penting dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Sekolah merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas bangsa Indonesia. Sekolah tidak hanya memiliki tanggung jawab dan tugas untuk melaksanakan proses pembelajaran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi saja, melainkan harus menjaga dan meningkatkan kesehatan baik jasmani maupun rohani peserta didik. Oleh sebab itu sekolah memerlukan suatu manajemen layanan khusus yang dapat mengatur segala kebutuhan peserta didiknya sehingga tujuan pendidikan tersebut dapat tercapai.
            Manajemen layanan khusus merupakan salah satu dari substansi ekstensi manajemen pendidikan. Manajemen layanan khusus di sekolah ditetapkan dan diorganisasikan untuk mempermudah atau memperlancar pembelajaran, serta dapat memenuhi kebutuhan khusus peserta didik di sekolah. Layanan khusus diselenggarakan di sekolah dengan maksud untuk memperlancar pelaksanaan pengajaran dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Pendidikan di sekolah juga berusaha agar peserta didik senantiasa berada dalam keadaan baik. Baik disini menyangkut aspek jasmani maupun rohaninya. Berdasarkan uraian tersebut maka manajemen layanan khusus adalah suatu proses kegiatan memberikan pelayanan kebutuhan kepada peserta didik untuk menunjang kegiatan pembelajaran agar tujuan pendidikan bisa tercapai secara efektif dan efisien.
            Layanan khusus yang diberikan sekolah kepada peserta didik tersebut pada umumnya sama, akan tetapi proses pengelolan dan pemanfaatannya yang berbeda. Beberapa bentuk layanan khusus di sekolah adalah layanan: BK, perpustakaan, laboratorium, ekstrakulikuler, UKS, kafetaria, koperasi, OSIS, transportasi, asrama, akselerasi, kelas inklusi, dan PSG/prakerin. Berdasarkan beberapa bentuk layanan khusus di sekolah tersebut di atas, penulis akan membahas mengenai bimbingan konseling (BK) dan pendidikan inklusif.

B.     Tujuan Pembahasan
            Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk memaparkan pengertian bimbingan dan konseling;
2.      Untuk menguraikan tujuan dan fungsi bimbingan dan konseling;
3.      Untuk memaparkan masalah bimbingan dan konseling yang dihadapi sekolah;
4.      Untuk memaparkan penerapan program bimbingan dan konseling;
5.      Untuk memaparkan evaluasi program bimbingan dan konseling;
6.      Untuk memaparkan pengertian pendidikan inklusi;
7.      Untuk menguraikan tujuan pendidikan inklusif;
8.      Untuk memaparkan karakteristik pendidikan inklusif;
9.      Untuk memaparkan kurikulum sekolah inklusi.

C.    Ruang Lingkup Bahasan
            Ruang lingkup bahasan pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Pengertian Bimbingan dan Konseling;
2.      Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling;
3.      Masalah Bimbingan dan Konseling yang dihadapi Sekolah;
4.      Penerapan Program Bimbingan dan Konseling;
5.      Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling;
6.      Pengertian Pendidikan Inklusif;
7.      Tujuan Pendidikan Inklusif;
8.      Karakteristik Pendidikan Inklusif;
9.      Kurikulum Sekolah Inklusi.
  

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bimbingan dan Konseling
1.      Pengertian Bimbingan
            Pengertian bimbingan menurut Tim Dosen Administrasi Pendidikan (2001:14) bimbingan adalah suatu bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah dalam pengajaran. Dari definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan berarti bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang memerlukannya. Perkataan “membantu” berarti dalam bimbingan tidak ada paksaan, tetapi lebih menekankan pada pemberian peranan individu kearah tujuan yang sesuai dengan potensinya. Jadi dalam hal ini, pembimbing sama sekali tidak ikut menentukan pilihan atau keputusan dari orang yang dibimbingnya. Yang menentukan pilihan atau keputusan adalah individu itu sendiri. Bantuan (bimbingan) tersebut diberikan kepada setiap orang, namun prioritas diberikan kepada individu-individu yang membutuhkan atau benar-benar harus dibantu. Pada hakekatnya bantuan itu adakah untuk semua orang. Bimbingan merupakan suatu proses kontinyu, artinya bimbingan itu tidak diberikan hanya sewaktu-waktu saja dan secara kebetulan, namun merupakan kegiatan yang terus menerus, sistematika, terencana dan terarah pada tujuan. Bimbingan atau bantuan diberikan agar individu dapat mengembangkan dirinya semaksimal mungkin. Bimbingan diberikan agar individu dapat lebih mengenal dirinya sendiri (kekuatan dan kelemahannya), menerima keadaan dirinya dan dapat mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuannya.
2.      Pengertian Konseling
            Konseling adalah proses interaksi yang memberikan fasilitas atau kemudahan untuk pemahaman yang bermakna terhadap diri dan lingkungan, serta menghasilkan kemantapan atau kejernihan tujuan-tujuan dan nilai-nilai untuk perilaku dimasa yang akan datang. Menurut Shertzer dan Stone (1981) konseling adalah usaha yang secara langsung berkenaan dengan pemecahan masalah-masalah peserta didik. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling adalah upaya bantuan yang diberikan seseorang pembimbing yang terlatih dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut potensinya dapat berkembang secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah. Layanan bimbingan dan konseling merupakan salah satu kelanjutan dari layanan kepenasehatan akademik dan administratif peserta didik. Pelayanan bantuan untuk peserta didik baik individu/kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal dalam hubungan pribadi, sosial, belajar, karir; melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung atas dasar norma-norma yang berlaku. Lebih lanjut menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomer 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, menyatakan bahwa bimbingan konseling merupakan upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru bimbingan dan konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya.

B.     Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling
1.      Tujuan Bimbingan dan Konseling
            Tujuan bimbingan dan konseling secara umum adalah sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangasaan.
            Secara umum layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa mengenal bakat, minat, dan kemampuannya, serta memilih dan menyesuaiakan diri dengan kesempatan pendidikan untuk merencanakan karier yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Sesuai dengan hakekat bimbingan sebagai upaya untuk membantu perkembangan kepribadian siswa secara optimal,
maka secara umum layanan bimbingan di sekolah dasar harus dikaitkan dengan kegiatan pendidikan, karena itu tujuan akhir bimbingan adalah mengembangkan potensi siswa secara optimal agar mampu meningkatan perannya dalam rangka menjawab tantangan kehidupan masa depan. Secara khusus layanan layanan bimbingan bertujuan membantu siswa agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek pribadi-sosial, pendidikan dan karier sesuai dengan tuntutan lingkungan (Depdikbud, 1994).
            Secara khusus layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek dibawah ini, yaitu:
a.       Aspek perkembangan pribadi-sosial, layanan bimbingan dan konseling bertujuan membantu siswa agar:
1.      Memiliki pemahaman sendiri;
2.      Dapat mengembangkan sikap positif;
3.      Membantu kegiatan secara sehat;
4.      Mampu mengahrgai orang lain;
5.      Memilki rasa tanggungjawab;
6.      Mengembangkan keterampilan hubungan pribadi;
7.      Dapat menyelesaikan masalah;
8.      Dapat membuat keputusan secara baik.
b.      Aspek perkembangan pendidikan, layanan bimbingan dan konseling membantu siswa agar:
1.      Dapat melaksanakan cara-cara belajar yang benar;
2.      Dapat menetapkan tujuan dan rencana pendidikan;
3.      Dapat mencapai prestasi belajar secara optimal, sesuai bakat dan kemampuan;
4.      Memilki keterampilan untuk menghadapi ulangan atau ujian.
c.       Aspek perkembangan karier, layanan bimbingan dan konseling membantu siswa agar dapat;
1.      Mengenal macam-macam dan ciri-ciri dari berbagai jenis pekerjaan yang ada;
2.      Merencanakan masa depan;
3.      Membantu arah pekerjaan;
4.      Menyesuaikan keterampilan, kemampuan dan minat dengan jenis pekerjaan;
5.      Membantu mencapai cita-cita.
2.      Fungsi Bimbingan dan Konseling
            Berdasarkan pengertian dan tujuan bimbingan yang ingin dicapai, layanan bimbingan dan konseling menurut Yusuf dan Nurihsan (2014) dapat berfungsi sebagai berikut:
a.       Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang akan menghasilkan pemahaman diri yang meliputi 1) pemahaman diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orangtua siswa, guru dan pembimbing; 2) pemahaman tentang lingkungan siswa (lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat), terutama oleh siswa sendiri, orangtua siswa, guru, dan pembimbing; dan 3) pemahaman tentang informasi (informasi pendidikan, karier, dan budaya/nilai-nilai) terutama oleh siswa.
b.      Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan yang akan mengahasilkan terhindarnya siswa dari berbagai permasalahan yang dapat mengahambat atau menimbulkan masalah dalam proses perkembangan siswa.
c.       Fungsi pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dimana konselor senatiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa.
d.      Fungsi perbaikan, yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
e.       Fungsi penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir sesuai dengan minat, bakat, keahlian, dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
f.       Fungsi adaptasi, yaitu fungsi bimbingan yang membantu para pelaksana pendidikan khususnya konselor, guru, dosen untuk mengadaptasikan program
pendidikan terhadap alatar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan individu (siswa).
g.      Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa agar dapat menyessuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah, dan norma agama.

C.    Masalah Bimbingan dan Konseling yang dihadapi Sekolah
            Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah belum tentu berjalan sesuai dengan yang diharapkan pasti ada masalah didalamya, diantara masalah-masalah yang terjadi di sekolah menurut Willis (2004) antara lain:
1.      Masalah profesi konselor, sampai saat ini profesi konselor sekolah belum diakui. Profesi ini nampaknya sulit untuk mendapatkan pengakuan, karena bervariasinya pendidikan pembimbing dan pengalaman konselor di sekolah.
2.      SK pengangkatan, lulusan bimbingan dan konseling disekolah menengah biasanya tidak diangkat sebagai guru pembimbing, akan tetapi mereka di SK-kan sebagai guru bidang studi pada sekolah tersebut.
3.      Masalah sikap terhadap bimbingan dan konseling, tampaknya guru-guru dan kepala sekolah masih kaku sikapnya terhadap bimbingan dan konseling di sekolah. Banyak diantara mereka yang beranggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah mengurus para siswa yang melanggar peraturan. Guru pembimbing dianggap sebagai polisi sekolah.

D.    Penerapan Program Bimbingan dan Konseling
            Penenerapan program bimbingan dan konseling dalam pelaksanaan kurikulum sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan Bimbingan dan konseling, yaitu:
1.      Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum;
2.      Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain;
3.      Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) siswa sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar;
4.      Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan;
5.      Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar;
6.      Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan;
7.      Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar;
8.      Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa;
9.      Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.

E.     Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling
            Penilaian suatu program berarti mengadakan pertimbangan secara sistematis tentang efektifitas suatu kegiatan yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai dengan norma yang khusus. Evaluasi program bimbingan bersifat keharusan karena efektivitasnya harus diketahui dan program itu sendiri harus dikembangkan.
            Selanjutnya Sukardi (2000:47) menyatakan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah dimaksudkan adalah segala upaya tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksaan program bimbingan dan konseling di sekolah dengan mengacu pada kriteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan. Berdasarkan pengertian tersebut, dapatlah dirumuskan bahwa;
1.      Evaluasi pelaksanakan program bimbingan dan konseling merupakan suatu usaha untuk menilai efisiensi dan efektivitas pelayanan bimbingan dan konseling demi peningkatan mutu program bimbingan dan konseling.
2.      Evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling ialah suatu usaha penelitian, dengan cara mengumpulkan data secara sistematis, menarik kesimpulan atas dasar data yang diperoleh secara onjektif, mengadakan penafsiran dan merencanakan langkah-langkah perbaikan, pengembangan, dan pengarahan staf.
            Secara umum penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling bertujuan untuk:
1.      Mengetahui kemajuan program bimbingan dan konseling atau subjek yang telah memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling.
2.      Mengetahui tingkat efesiensi dan efektivitas strategi pelaksanaan program bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.

F.     Pengertian Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif mulai dicanangkan pada Konferensi Internasional  yang diselenggarakan oleh UNESCO pada tanggal 7-10 Juni 1994 di Salamanca Spanyol. Konferensi yang diikuti oleh 92 negara dan 25 organisasi internasional ini menghasilkan kesepakatan yang dikenal dengan Kesepakatan Salamanca. Istilah inklusi berasal dari bahasa Inggris “inclusive” yang artinya termasuk, memasukkan. Pendidikan inklusi artinya diartikan dengan memasukkan anak berkebutuhan khusus dikelas regular bersama anak lainnya. Namun secara lebih luas pendidikan inklusif diartikan melibatkan seluruh peserta didik tanpa terkecuali dalam pendidikan regular.
Banyak pendapat yang berbeda-beda tentang pengertian inklusif, yang mana inklusif adalah istilah terbaru yang dipergunakan untuk mendeskripsikan penyatuan bagi anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program-program sekolah. Bagi sebagian besar pendidik, istilah ini ilihat sebagai deskripsi yang lebih positif dalam usaha-usaha menyatukan anak-anak yang memiliki hambatan dengan cara-cara yang realistis dan kompeherensif dalam kehidupan pendidikan yang menyeluruh (Smith dkk, 2006).
Inklusif dapat berarti bahwa tujuan pendidikan bagi siswa memiliki hambatan adalah, keterlibatan yang sebenarnya dari tiap anak dalam kehidupan sekolah yang menyeluruh. Inklusif dapat berarti penerimaan anakanak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial dan konsep diri (visi-misi) sekolah. Tentu saja, inklusif dapat mempunyai arti berbeda-beda bagi tiap orang. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil.

G.    Tujuan Pendidikan Inklusif
Tujuan pendidikan inklusi adalah disamping untuk mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar juga untuk menyamakan hak dalam memperoleh pendidikan antara anak normal dengan anak berkebutuhan khusus.
a.       Tujuan yang ingin dicapai oleh anak dalam mengikuti kegiatan belajar dalam inklusi antara lain adalah :
1)      Berkembangnya kepercayaan pada diri anak, merasa bangga pada diri sendiri atas prestasi yang diperolehnya;
2)      Anak dapat belajar secara mandiri, dengan mencoba memahami dan menerapkan pelajaran yang diperolehnya di sekolah ke dalam kehidupan sehari-hari;
3)      Anak mampu berinteraksi secara aktif bersama teman-temannya, guru, sekolah dan masyarakat;
4)      Anak dapat belajar untuk menerima adanya perbedaan, dan mampu beradaptasi dalam mengatasi perbedaan tersebut.
b.      Tujuan yang ingin dicapai oleh guru-guru dalam pelaksanakan pendidikan inklusi antara lain adalah:
1)      Guru akan memperoleh kesempatan belajar dari cara mengajar dengan setting inklusi;
2)      Terampil dalam melakukan pembelajaran kepada peserta didik yang memiliki latar belakang beragam;
3)      Mampu mengatasi berbagai tantangan dalam memberikan layanan kepada semua anak;
4)      Bersikap positif terhadap orang tua, masyarakat, dan anak dalam situasi beragam;
5)      Mempunyai peluang untuk menggali dan mengembangkan serta mengaplikasikan berbagai gagasan baru melalui komunikasi dengan anak di lingkungan sekolah dan masyarakat.
c.       Tujuan yang akan dicapai bagi orang tua antara lain adalah:
1)      Para orang tua dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana cara mendidik dan membimbing anaknya lebih baik di rumah, dengan menggunakan teknik yang digunakan guru di sekolah;
2)      Mereka secara pribadi terlibat, dan akan merasakan keberadaanya menjadi lebih penting dalam membantu anak untuk belajar;
3)      Orang tua akan merasa dihargai, merasa dirinya sebagai mitra sejajar dalam memberikan kesempatan belajar yang berkualitas kepada anaknya;
4)      Orang tua mengetahui bahwa anaknya dan semua anak yang di sekolah, menerima pendidikan yang berkualitas sesuai dengan kempuan masingmasing individu anak.
d.      Tujuan yang diharapkan dapat dicapai oleh masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan inklusif antara lain adalah:
1)      Masyarakat akan merasakan suatu kebanggaan karena lebih banyak anak mengikuti pendidikan di sekolah yang ada di lingkungannya;
2)      Semua anak yang ada di masyarakat akan terangkat dan menjadi sumber daya yang potensial, yang akan lebih penting adalah bahwa masyarakat akan lebih terlibat di sekolah dalam rangka menciptakan hubungan yang lebih baik antara sekolah dan masyarakat (Tarmansyah, 2007:112-113).
            Selanjutnya tujuan pendidikan inklusi menurut Marthan (2007) terbagi menjadi 4 yakni bagi anak berkebutuhan khusus, bagi pihak sekolah, bagi guru, dan bagi masyarakat, lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
a.       Bagi anak berkebutuhan khusus
1)      Anak akan merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya;
2)      Anak akan memperoleh bermacam-macam sumber untuk belajar dan bertumbuh;
3)      Meningkatkan harga diri anak;
4)      Anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan menjalin persahabatan bersama teman yang sebaya.
b.      Bagi pihak sekolah
1)      Memperoleh pengalaman untuk mengelola berbagai perbedaan dalam satu kelas;
2)      Mengembangkan apresiasi bahwa setiap orang memiliki keunikan dan  kemampuan yang berbeda satu dengan lainnya;
3)      Meningkatkan kepekaan terhadap keterbatasan orang lain dan rasa empati pada keterbatasan anak;
4)      Meningkatkan kemempuan untuk menolong dan mengajar semua anak dalam kelas.
c.       Bagi guru
1)      Membantu guru untuk menghargai perbedaan pada setiap anak dan mengakui bahwa anak berkebutuhan khusus juga memiliki kemampuan;
2)      Menciptakan kepedulian bagi setiap guru terhadap pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus;
3)      Guru akan merasa tertantang untuk menciptakan metode-metode baru dalam pembelajaran dan mengembangkan kerjasama dalam memecahkan masalah;
4)      Meredam kejenuhan guru dalam mengajar.
d.      Bagi masyarakat
1)      Meningkatkan kesetaraan sosial dan kedamaian dalam masyarakat;
2)      Mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan mengajarkan setiap anggota masyarakat tentang proses demokrasi;
3)      Membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan antar anggota masyarakat.

H.    Karakteristik Pendidikan Inklusif
Karakteristik dalam pendidikan inklusi tergabung dalam beberapa hal seperti hubungan, kemampuan, pengaturan tempat duduk, materi belajar, sumber dan evaluasi yang dijelaskan sebagai berikut:
a.       Hubungan
            Ramah dan hangat, contoh untuk anak tuna rungu: guru selalu berada di dekatnya dengan wajah terarah pada anak dan tersenyum. Pendamping kelas( orang tua ) memuji anak tuna rungu dan membantu lainnya.
b.      Kemampuan
            Guru, peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda serta orang tua sebagai pendamping.
c.       Pengaturan tempat duduk
            Pengaturan tempat duduk yang bervariasi seperti, duduk berkelompok di lantai membentuk lingkaran atau duduk di bangku bersama-sama sehingga mereka dapat melihat satu sama lain.
d.      Materi belajar
            Berbagai bahan yang bervariasi untuk semua mata pelajaran, contoh pembelajarn matematika disampaikan melalui kegiatan yang lebih menarik, menantang dan menyenangkan melalui bermain peran menggunakan poster dan wayang untuk pelajaran bahasa.
e.       Sumber
            Guru menyusun rencana harian dengan melibatkan anak, contoh meminta anak membawa media belajar yang murah dan mudah didapat ke dalam kelas untuk dimanfaatkan dalam pelajaran tertentu.
f.       Evaluasi
            Penilaian, observasi, portofolio yakni karya anak dalam kurun waktu tertentu dikumpulkan dan dinilai (Marthan, 2007:152).

I.       Kurikulum Sekolah Inklusi
Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan anak, yang selama ini anak dipaksakan mengikuti kurikulum. Oleh sebab itu hendaknya memberikan kesempatan untuk menyesuaikan kurikulum dengan anak. Menurut Tarmansyah (2007:154) untuk modifikasi kurikulum merupakan model kurikulum dalam sekolah inklusi. Modifikasi pertama adalah mengenai pemahaman bahwa teori model itu selalu merupakan representasi yang disederhanakan dari realitas yang kompleks. Modifikasi kedua adalah mengenai aspek kurikulum yang secara khusus difokuskan dalam pembelajaran yang akan dibahas lebih banyak dalam praktek pembelajaran.
 Kurikulum yang digunakan di sekolah inklusi adalah kurikulum anak normal (regular) yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa. Lebih lanjut, menurut Direktorat PLB (Tarmansyah,2007:168) modifikasi dapat dilakukan dengan cara modifikasi alokasi waktu, modifikasi isi/materi, modifikasi proses belajar mengajar, modifikasi sarana dan prasarana, modifikasi lingkungan untuk belajar, dan modifikasi pengelolaan kelas.
Modifikasi dapat dilakukan dengan cara:
a.    Modifikasi Alokasi Waktu
Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada kecepatan belajar siswa.
b.   Modifikasi Isi/Materi
Modifikasi isi/materi disesuaikan dengan kemampuan siswa. Jika intelegensi anak di atas normal, materi dapat diperluas atau ditambah materi baru. Jika intelegensi anak relatif normal, materi dapat tetap dipertahankan. Jika intelegensi anak di bawah normal, materi dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitan seperlunya atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.
c.    Modifikasi Proses Belajar Mengajar
a)      Menggunakan pendekatan Student Centered yang menekankan perbedaan individual setiap anak.
b)      Lebih terbuka (divergent).
c)       Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di dalam kelas heterogen.
d)     Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan pendekatan pembelajaran kooperatif.
e)      Disesuaikan dengan tipe belajar siswa.
d.    Modifikasi Sarana dan Prasarana
a)      Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi di atas normal maka perlu disediakan laboratorium, alat praktikum dan sumber belajar lainnya yang memadai.
b)      Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi relative normal, dapat menggunakan sarana-prasana seperti halnya anak normal.
c)      Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki intelegensi di bawah normal, maka perlu tambahan sarana dan prasarana khusus yang lebih banyak terutama untuk memvisualkan hal-hal yang abstrak agar menjadi lebih konkrit.
e.    Modifikasi Lingkungan Belajar
a)      Diupayakan lingkungan yang kondusif untuk belajar
b)      Ada sudut baca (perpustakaan kelas)
f.    Modifikasi Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas hendaknya fleksibel, yang memungkinkan mudah dilaksanakannya pembelajaran kompetitif (individual), pembelajaran kooperatif (kelompok/berpasangan) dan pembelajaran klasikal.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Bimbingan konseling merupakan upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru bimbingan dan konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Tujuan bimbingan dan konseling secara umum adalah terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangasaan.
            Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak terlepas dari masalah-masalah. Menurut Willis (2004) antara lain: masalah profesi konselor, SK pengangkatan, masalah sikap terhadap bimbingan dan konseling. Sukardi (2000:47) menyatakan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah dimaksudkan adalah segala upaya tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksaan program bimbingan dan konseling di sekolah dengan mengacu pada kriteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan.
Pendidikan inklusi diartikan dengan memasukkan anak berkebutuhan khusus dikelas regular bersama anak lainnya. Tujuan pendidikan inklusi adalah untuk mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar juga dan untuk menyamakan hak dalam memperoleh pendidikan antara anak normal dengan anak berkebutuhan khusus. Karakteristik dalam pendidikan inklusi tergabung dalam beberapa hal seperti hubungan, kemampuan, pengaturan tempat duduk, materi belajar, sumber dan evaluasi. Kurikulum yang digunakan di sekolah inklusi adalah kurikulum anak normal (regular) yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa.


Daftar Rujukan

Depdikbud. 1994. Kurikulum Sekolah Menengah Umum (SMU): Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ditjen Dikdasmen. Dikmenum.

Marthan, L. K. 2007. Manajemen Pendidikan Inklusif. Jakarta: Dirjen.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Slideshare.net, (Online), (https://www.slideshare.net/wincibal/permendikbud-tahun2014-nomor-111-bimbingan-konseling), diakses 15 September 2018.

Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Shertzer, B. & Stone, S. C. Fundamental of Guidance. New York: Houngton Mifflin Company.

Smith, D. J., Sugiarmin, M., dan Baihaqi, M. 2006. Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung: Nuansa.

Sukardi, D. K. 2000. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Tarmansyah. 2007. Inklusi Pendidikan untuk Semua. Jakarta: Depdiknas.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan. 2001. Buku Ajar Manajemen Layanan Khusus di Sekolah. Malang: Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Administrasi Pendidikan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2006. Jakarta: Sinar Grafika.

Willis, S. S. 2004. Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.

Yusuf, S. & Nurihsan, J. 2014. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.



Read more...
 
Education Administration © 2019 Education Administration